REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - PT Pertamina (Persero) mengaku menganggarkan dana hingga Rp 18 triliun untuk mengakuisisi sejumlah blok pada 2013 nanti. Bukan hanya dari internal perusahaan, dana ini juga akan berasal dari penbiayaan perbankan.
Direktur Perencanaan Investasi dan Manajemena Risiko Pertamina Afdhal Bahaudin, menjelaskan hanya sekitar 30 persen saja dana berasal dari internal. "Sedangkan 70 persen akan berasal dari pinjaman luar," tegasnya, Ahad (16/12).
Namun, ia belum bisa memastikan berapa blok yang akan diambil alih tahun depan. Pastinya, Pertamina menargetkan blok yang akan diakuisisi merupakan blok-blok produksi.
Saat ini, Pertamina memiliki mayoritas sejumlah blok migas di Indonesia. Untuk 2012, misalnya Pertamina menargetkan mengakuisisi lima blok baru.
Satu blok diantaranya merupakan milik perusahaan asal AS Harvest yang berada di Venezuela. Namun hingga kini pembahasan masih terus menunggu persetujuan dari Kementerian BUMN sebagai pemegang saham Pertamina.
Dengan akuisisi ini Pertamina berharap mampu menggenjot produksi minyak hingga 32 ribu barel per hari. Karena sejumlah proses akuisisi belum final, target ini mundur hingga tahun depan.
Sementara itu, terkait soal pengelolaan Blok Mahakam di Kalimantan Timur, hingga kini Pertamina belum menerima kepastian apakah perusahaan itu akan menjadi operator blok gas tersebut. Blok Mahakam sendiri akan segera habis masa kontraknya dengan Total E&P Indonesie 2017 nanti.
"Kita masih diminta mempresentasikan pendanaan," katanya. Tapi diungkapkannya, bila diserahkan blok ini, Pertamina pasti membutuhkan dana dari pihak lain di luar dana internal perusahaan itu.
Sayangnya, ia belum bisa memastikan berapa jumlah dana yang diperlukan. Kemungkinan besar, kata dia, Pertamina akan mencoba meminjam melalui perbankan.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Jero Wacik menegaskan akan memprioritaskan blok-blok migas yang akan habis masa kontraknya pada perusahaan nasional. Bahkan khusus untuk Mahakam, pemerintah akan memberi Pertamina saham paling besar minimal 51 persen.