REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Pengusaha sawit menargetkan ekspor sebesar 21 juta ton pada tahun 2013.
Ketua Bidang Pemasaran Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Susanto mengatakan, Indonesia manergetkan produksi sawit pada tahun ini mencapai 28 juta ton. Konsumsi dalam negeri, diperkirakan hanya 6,5-7 juta ton. Sisanya diekspor.
Target ekspor 2013, ujar Susanto, meningkat dibandingkan 2012 yang hanya 18,1 juta ton. Ekspor Indonesia 42 persen berupa Crude Palm Oil (CPO), sementara 58 persen sudah berupa turunannya. "Supaya pasar ekspor lancar, kami ingin didukung, bukan malah dilemahkan," ujarnya, Selasa (8/1).
Susanto menjelaskan pasar ekspor Indonesia bersaing ketat dengan Malaysia. Ia menyoroti kebijakan Malaysia yang menurunkan pajak ekspor. Per 1 Januari, Malaysia menerapkan pajak ekspor progresif 4,5 persen saat harga CPO 2.250-2.400 Ringgit (1 Ringgit setara 0,33 Dolar) per metrik ton (MT). Pajak ekspor maksimal 8,8 persen untuk harga CPO di kisaran 3.450-3600 per MT.
Januari saja, ujar Susanto, pajak ekspor Indonesia masih 9 persen. Dengan perbedaan kebijakan bea keluar, di saat harga CPO di bawah 2250 Ringgit, bea keluar Malaysia sudah mencapai 0 persen, sementara Indonesia masih 5 persen.
Gapki melihat harga CPO di tiga bulan pertama tahun ini berada di kisaran 800-900 dolar. Selama bulan April-Juli diharapkan harga CPO bisa perlahan naik. Harga CPO masih tergantung perekonomian di Eropa dan cuaca.
Jika cuaca bagus, kata Susanto, akan cukup menekan harga CPO karena naiknya harga pesaing CPO seperti minyak jagung dan kedelai. Namun hingga akhir tahun, harga CPO diperkirakan masih di kisaran dibawah 1000 dolar per ton.
Susanto mengatakan, dengan besaran pajak ekspor yang berbeda, ia khawatir pasar Indonesia akan direbut oleh Malaysia. Ia mencontohkan pasar-pasar seperti di India akan direbut Malaysia. Padahal, pasar di Indonesia mencapai 5 hingga 5,7 juta ton. "Kalau tidak diantisipasi akan dimakan Malaysia," katanya.