REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ ADB) memandang kompensasi kepada warga miskin tetap diperlukan apabila kenaikan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dilakukan pemerintah. Sebab, tak bisa dipungkiri dampak kenaikan bakal membawa efek besar pada kelompok ini.
Masalahnya, kenaikan BBM bersubsidi berujung pada kenaikan inflasi, yang artinya ancaman pada warga miskin. Di mana bakal terjadi kenaikan harga, dengan situasi pendapatan yang tetap.
"Otomatis dampak ke orang miskin ini yang harus dijaga," ujar Deputy Country Director Indonesia Resident Mission ADB, Edimon Ginting, Selasa (9/4).
Oleh sebab itu, ia meminta pemerintah mengatur konsep kompensasi sebaik mungkin untuk menekan dampak inflasi ini. Namun, ia menolak jika kompensasi yang diberikan berbentuk bantuan langsung tunai (BLT).
Ia mengatakan kompensasi bisa berupa kenaikan premi pada Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), bantuan pendidikan, dan pembangunan infrastruktur. "Semua opsi harus dipertimbangkan plus dan negatifnya," katanya.
Tapi, kenaikan dengan konsep BLT rentan dimanfaatkan untuk kepentingan politik tertentu mendekati Pemilu. ADB memperkirakan dengan kenaikan BBM bersubsidi 20 hingga 30 persen saja, inflasi akan naik 0,5 hingga satu persen. Tanpa kenaikan BBM bersubsidi, ABD memperkirakan inflasi hanya sekitar 5,2 persen.