REPUBLIKA.CO.ID, BANJARMASIN -- Pedagang kembang selalu diuntungkan setiap bulan Ramadhan tiba. Pasalnya sudah menjadi tradisi sebagian kaum Muslim tiap menjelang Ramadhan melakukan ziarah kubur dengan membawa kembang marenting (untaian bunga) atau bunga tabur.
Keadaan tersebut membuat permintaan akan kembang meningkat dari hari-hari biasa, dan peluang besar bagi penjual barang dagangan itu, dengan mendatangkan lebih banyak lagi dari produsen/pekebun bunga. Begitu pula dengan meningkatnya permintaan terhadap kembang, menjadi kesempatan bagi pedagang untuk menaikan harga barang dagangan tersebut, guna mendapatkan keuntungan yang lebih banyak lagi.
Sebagai contoh harga kambang barenting di pasaran Jalan Ujung Murung Banjarmasin, Kalimantan Selatan, yang biasanya seharga Rp 75 ribu naik menjadi Rp 100 ribu, dan bunga curah untuk tabur bunga semula Rp 10 ribu menjadi Rp 15 ribu. Nenek Aisyah (60), seorang penjuang kembang di Banjarmasin menyatakan, alasan menjual barang dagangannya lebih mahal dari biasa, karena harga saat membeli di pekebun juga sudah mahal.
Ia mengaku, saat menjelang Ramadhan dan lebaran, omzet penjualan kembang darinya meningkat sampai satu kali lipat atau 100 persen dari hari-hari biasa. "Namun dengan harga beli yang sudah mahal, kami tidak bisa meraup keunguntan yang lebih banyak lagi. Ya, keuntungan yang kami dapat paling banyak Rp 300 ribu," ujar nenek dari enam cucu itu.
"Tapi keuntungan yang kami dapat itu bukan tiap hari, hanya satu atau dua, tiga hari menjelang Ramadhan atau lebaran. Kalau hari-hari biasa keuntungan yang kami dapat rata-rata sekitar Rp 75 ribu," ungkap Aisyah.
Sementara Hj Nurul (59), seorang warga Banjarmasin menuturkan berapapun harga kembang, dia tetap membeli untuk ziarah kubur bersama keluarga. "Memang tak ada ketentuan ziarah kubur mesti membawa bunga. Tapi rasanya agak kurang, kalau membaca Yasin dan do'a buat yang meninggal dunia, tanpa meletakan/menabur bunga di pasaranya," ujar ibu dari dua anak itu.