REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jelang bulan suci Ramadhan kelangkaan dan melonjaknya harga elpiji masih terjadi di berbagai daerah. Beragam upaya yang telah dilakukan pemerintah selama ini terlihat tidak terlalu efektif selama satu semester ini. Di sisi lain kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi menjadi alasan distributor untuk menaikan harga.
Anggota DPR RI Komisi VII, Rofi Munawar meminta agar pemerintah serius dalam memastikan harga elpiji di tingkat eceran tidak ada penyelewengan. “Kenaikan elpiji resminya tidak terjadi, namun di banyak distributor mengalami kenaikan dengan alasan biaya transportasi dan distribusi yang naik juga,’’ ujarnya dalam rilis, Selasa (9/7).
Tercatat pada Ahad (7/7), harga elpiji 3 kg di wilayah Cianjur Selatan mencapai Rp 20 ribu per tabung. Kenaikan harga elpiji tersebut jelas dikeluhkan warga. Kemudian di Kota Sibolga dan Tapanuli Tengah (Tapteng), harga isi ulang gas elpiji jauh di atas Harga Eceran Tertinggi (HET), yakni Rp 16 ribu, yaitu Rp 20 ribu.
Dia menambahkan, pemerintah harus mampu menstabilkan harga elpiji yang sudah cukup lama berfluktuasi di masyarakat. Ketidakpastian pasokan dan kenaikan harga bagi masyarakat menurutnya akan mempengaruhi struktur konsumsi masyarakat di tengah beragam kenaikan harga kebutuhan pokok.
Kemudian kepada distributor maupun agen seharusnya tetap mendukung kebijakan resmi yang telah dikeluarkan Pemerintah sebelum ada kebijakan baru terkait kenaikan biaya transportasi. Menurutnya, pemerintah maupun Pertamina harus bertindak tegas terhadap segala bentuk penyelewengan, baik dalam harga maupun pasokan yang diluar ketentuan oleh para pengusaha mauapun pengecer.
“Konsumsi terbesar elpiji 12 kg dan 3 Kg ada di lapisan bawah. Karenanya pemerintah, pemda dan pengusaha swasta nasional harus berkoordinasi untuk memastikan distribusi yang tetap berpihak kepada masyarakat luas,” tegas Rofi.