REPUBLIKA.CO.ID, Bagi Umat Islam, Ramadhan merupakan momentum tepat untuk meningkatkan amal dan ibadah, tak terkecuali Muslim di Jerman. Tapi, mengingat Jerman bukanlah negara berpenduduk mayoritas Muslim, pelaksanaan shalat ataupun berpuasa tak selalu mudah.
Muhammad Tahawi, seorang sopir taksi di Berlin, mengatakan, dia selalu menyiapkan sajadah kecilnya bergambar Ka’bah di bagasi kendaraan. “Saya shalat di manapun berapa, bahkan jika perlu di trotoar sekalipun. Selama Ramadhan, ibadah ini sangat penting,” ujarnya seperti dikutip laman berliner-zeitung.de, pekan lalu.
Menurutnya, pekerjaan sebagai sopir taksi tak pernah menyurutkan langkah untuk beribadah. Meskipun sedang ramai penumpang, kata dia, itu tidak masalah. Bulan Ramadhan, Tahawi pun mengaku tetap beroperasi seperti biasa. Hanya, dia mengakui, biasanya agak sedikit pusing pada dua hari pertama.
“Jika Anda melakukan itu karena Allah maka tidak akan sulit,” ujarnya. Bulan Ramadhan di Jerman dimulai pada 9 Juli dan berakhir pada 7 Agustus.
Tahawi merupakan warga Palestina dari kamp pengungsi di Lebanon yang datang ke Jerman 15 tahun lalu. Dia mengatakan, situasi di Jerman memang berbeda jauh dengan negara-negara Muslim.
Di negara-negara Muslim, semua berbondong-bondong datang ke masjid untuk shalat berjamaah. Tidak sulit bagi jamaah untuk menentukan posisi Ka’bah. “Di Berlin, saya harus menggunakan kompas dari telepon seluler buat menentukan posisi Mekkah,” ujarnya.
Perusahaan-perusahaan di Jerman, seperti Siemens, SNB atau Charite, dan Vivantes tidak memberikan pengecualian khusus bagi Muslim yang berpuasa. Ini lebih karena puasa masuk dalam ranah kepentingan pribadi.
“Setiap orang bekerja sesuai dengan tugasnya masing-masing,” ujar juru bicara Klaus Wazlak BVG. Dorum Erdinc (50 tahun), seorang pekerja sosial, meyakini hanya sedikit Muslim yang berpuasa setiap tahun di Berlin. Sejumlah alasan, yakni karena kesibukan dengan pekerjaan.