REPUBLIKA.CO.ID, Bogor -- Pada Ramadhan, sudah menjadi kewajiban seorang muslim untuk menjalankan ibadah puasa. Tidak terkeceuali pekerja bangunan yang banyak mengeluarkan tenaganya untuk bekerja.
Ahmadi adalah salah satu pekerja bangunan yang menjalankan ibadah di bulan puasa. Pria kelahiran Kendal ini bekerja serabutan. Dia hanya bekerja jika ada proyek yang akan dibangun.
Pada saat ini, Ahmadi bekerja membangun ruko yang ada di perumahan Permata Cibubur, Cileungsi, Bogor. Di proyek ini, Ahmadi baru bekerja sekitar 7 hari.
Meski pekerjaannya tergolong berat, Ahmadi mengaku tidak ingin meninggalkan puasanya. Menurutnya, ia tetap merasa kuat walaupun bekerja di tengah teriknya matahari. Jika kelelahan, terpaksa Ahmadi membatalkan puasanya pada tengah hari dan melanjutkan kembali puasanya.
“Ya kadang kalau gak kuat, jam 12 saya buka puasa. Lalu setelah itu saya melanjutkan pekerjaan saya sambil berpuasa lagi”, ujarnya, saat di temui RoL, Bogor (16/7).
Bapak yang memiliki 3 anak ini tinggal bersama pekerja lainnya di rumah yang terbuat dari tripleks. Selama pekerjaan belum selesai, ia akan terus tinggal disana bersama para pekerja lainnya.
Sebelum di proyek ini, Ahmadi juga sempat bekerja di tempat lain sebagai pekerja bangunan juga. Belum sebulan lamanya Ahmadi berada di Cileungsi.
Pekerjaan Ahmadi di mulai dari jam 8 pagi. Lalu istirahat pada jam 12 dan melanjutkan pekerjannya hingga jam 5 sore.
Di Kendal, ia bekerja sebagai petani kecil. Tidak lama menjadi petani, ia beralih menjadi penjual ayam goreng tepung yang berukuran kecil di sekolah-sekolah daerah Kendal.
Merasa penghasilannya kurang, Ahmadi pun banting setir menjadi kuli. Dia merasa senang karena selama menjadi tukang bangunan, ia mendapatkan pendapatan yang lebih besar.
Ia mengaku akan tinggal lama di sini demi mendapatkan uang yang lebih banyak lagi. Walaupun sedih harus meninggalkan ketiga anaknya, tapi Ahmadi harus mencari nafkah yang lebih baik lagi.
Ia juga sedih tidak bisa menjalankan ibadah puasa bersama keluarganya, termasuk dengan almarhum istrinya yang sudah wafat. Tetapi hidup harus terus berjalan, dan Ahmadi tetap tegar menjalani kehidupannya di Cileungsi ini untuk mencari uang.
Ahmadi mengaku merasakan nikmat luar biasa di saat berbuka dan waktu sahur. Setelah bekerja seharian, di waktu berbuka adalah waktu yang sangat di tunggu-tunggu. Karena lelahnya pekerjaan bangunan ini membuat badan menjadi lemas dan tenggorokan akan menjadi sangat haus.
Sedangkan di waktu sahur, adalah waktu memakan makanan yang dalam porsi banyak untuk menjaga stamina agar tidak gampang lemas pada saat bekerja nanti.
Menjelang lebaran, Bapak Ahmadi akan mendpatkan libur selama satu minggu. Kesempatan ini ia gunakan untuk kembali ke Kendal. Menariknya lagi, biaya untuk pulang kampung di bayarkan oleh bos para pekerja. Ada juga yang pulang kampung dengan menggunakan truk barang yang biasa di gunakan untuk bekerja demi menghemat uang.