REPUBLIKA.CO.ID, Para seniman petani dari tempat bersila masing-masing saling berpandang muka dan tersenyum sopan. Mereka seakan berbangga hati ketika Gus Kholil dalam pengajian menjelang buka puasa menyebut kalangan tersebut sebagai “Jamaah Seniman Lima Gunung Rahimahullah”.
Maksud sang pemberi pengajian dengan melontarkan sapaan melalui kalimat itu, kira-kira bahwa para seniman petani yang tergabung dalam Komunitas Lima Gunung Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, sebagai jamaah yang mendapat ampunan dari Allah SWT atas dosa-dosa dan disayangi-Nya.
“Jamaah seniman Lima Gunung rahimahullah, mari kita meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT, yaitu dengan sungguh-sungguh menjalankan segala perintah-Nya dan bersungguh-sungguh untuk meninggalkan larangan-Nya,” kata Gus Kholil.
Usaha meningkatkan ketakwaan itu disebut Gus Kholil (KH Kholilul Rohman Ahmad) yang berasal dari keluarga Pondok Pesantren Payaman, Kecamatan Secang, Kabupaten Magelang, sebagai ‘wasiat’. “Ini wasiat. Persoalan setelah meninggalkan majelis itu kita lupa lagi, atau lalu ingat lagi, lupa lagi, itu wajar sebagai manusia awam,” katanya.
Ihwal itu merupakan bagian pengantar Gus Kholil mengisi pengajian menjelang buka puasa yang diselenggarakan seniman petani Komunitas Lima Gunung (Merapi, Merbabu, Andong, Sumbing, dan Menoreh) di ruang bernama Sendang Pitutur, Kompleks Studio Mendut, sekitar 300 meter timur Candi Mendut, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
Buka puasa Ramadhan 1434 Hijriyah pada Ahad (21/7) petang itu sebagai rangkaian agenda kebudayaan komunitas tersebut yang dilakukan tiap bulan sejak November 2012. Mereka menamai agenda bulanan itu sebagai Selikuran Lima Gunung.
‘Selikuran’ berakar dari kata selikur (bahasa Jawa) yang artinya dua puluh satu. Agenda mereka digelar tanggal 21 di setiap bulan dengan tempat yang berpindah-pindah di dusun-dusun tempat tinggal para pegiat komunitas itu.
Para laki-laki yang hadir mengenakan kain sarung dan berpeci, sedangkan perempuan berpakaian Islami yang ditandai dengan penutup kepala, jilbab.
Sejumlah pegiat perempuan Sanggar Wonoseni, Dusun Wonolelo, Desa Bandongan, Kabupaten Magelang, di kawasan Gunung Sumbing dengan dipimpin Nani Rohmiyati menyiapkan makanan tradisional sebagai menu buka puasa, seperti talas rebus, gudangan, tahu bacem, dan tentunya kolak sebagai menu khas berbuka.
Joko Aswoyo, pengajar Insitut Seni Indonesia (ISI) Surakarta yang juga ketua kelompok Sahabat Lima Gunung, datang dari Kota Solo ke Studio Mendut untuk mengikuti Selikuran Lima Gunung yang dikemas dalam pengajian dan buka puasa bersama itu dengan membawa buah tangan berupa Srabi Notokusuman, satu makanan khas Kota Solo.
Gus Kholil yang juga staf ahli salah satu fraksi di DPR itu juga berdialog dengan seniman petani tersebut tentang ajaran Islam, makna, sejarah, dan tradisi berpuasa bagi umat Islam pada Ramadhan.
“Puasa Ramadhan ini sesungguhnya bagaimana kita meningkatkan takwa kepada Allah SWT. Bukan mempersoalkan lapar dan hausnya. Itu bagian dari khitah kemanusiaan. Puasa salah satu bentuk kita menyembah Allah,” jelasnya
Tradisi berpuasa, kata Kholil, telah ada sebelum Islam. Bangsa-bangsa pada zaman kuno, seperti Mesir, Yunani, Romawi, Yahudi, Cina, Jepang, masyarakat Jawa, umat Buddha, Kristen, Hindu, dan Konghucu juga memiliki tradisi berpuasa.
Mereka menjalani puasa masing-masing melalui penghitungan tertentu tentang waktu dan cara yang berbeda-beda. “Puasa adalah simbol keprihatinan dan praktik asketisisme, sarana penguatan batin, dan ibadah.”
Ketua Komunitas Lima Gunung Supadi Haryanto mengungkapkan, para anggotanya yang kalangan petani berasal dari dusun-dusun itu merasa memiliki kedekatan dengan ulama. “Menjadi anugerah untuk Komunitas Lima Gunung karena boleh dekat dengan ulama.
Karena kami percaya, siapa dekat ulama akan mendapatkan kemudahan rezeki, mendapatkan pemimpin yang baik dan adil, serta kelak meninggal dunia dengan penuh iman dan sempurna,” katanya.
Tiba waktu berbuka puasa, para seniman petani Komunitas Lima Gunung pun menyantap berbagai sajian makanan dan kemudian shalat berjamaah di ruang Sedang Pitutur dengan imam Gus Kholil. Melalui agenda Selikuran Lima Gunung, kalangan seniman petani itu meneguk makna puasa Ramadhan. Mereka terkesan makin menyadari kekuatan diri sebagai bagian rahimahullah.