REPUBLIKA.CO.ID,GOWA -- Ramadhan tahun ini benar-benar menjadi berkah bagi Djumaren (57). Ayah dari Irsyandil (10), Nursyifa (5) dan Riska (14) itu kini tak harus melihat istri dan ketiga anaknya tinggal di gubuk reot di pinggiran Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.
Gubuk yang dibangun diatas kebaikan tetangga yang membolehkan sisa tanahnya ditinggali keluarga Djumaren. Bangunannya tak layak disebut rumah, hanya berdinding rumbai daun lontar, beratap seng dan tanah liat menjadi lantainya.
Tak ada perabot mewah, hanya sekadar alat-alat masak penyambung hidup. Dipan pun tak ada. Hanya kasur usang yang akan mereka jemur tiap hujan mengguyur. "Lantainya becek tiap hujan tiba," ujar Djumaren datar saat ditemui Republika, Sabtu (3/8).
Demi mendapat informasi dan hiburan, keluarga Djumaren harus menumpang tetangga demi menonton televisi. Kotak pandora itu menjadi barang tak terjangkau bagi Djumaren yang berprofesi menjadi kuli angkat tabung gas. Penghasilan Rp 20 ribu per hari tak cukup untuk menghidupi dan menyekolahkan anak-anaknya.
Hal itulah yang membuat istrinya, Hasna (46) harus bekerja menjadi pembantu rumah tangga. Bahkan, dua pekan sebelumnya mereka harus berurusan dengan rumah sakit saat anak putrinya ditahan dua hari karena tak mampu bayar biaya pengobatan sebesar Rp 20 ribu saja.
Kini keluarga Djumaren tak harus lagi khawatir akan kehujanan di dalam rumah. Jelang hari raya idul fitri, sebuah rumah baru di kompleks Bumi Zarinda, Kecamatan Talasa Lapang, Gowa, Sulsel resmi menjadi miliknya. Rumah seharga Rp 118 juta itu diberikan cuma-cuma untuk keluarga asli Gowa itu.
Sebuah program Ramadhan Rumah Impian dari Dewan Pengurus Daerah (DPD) Real Estate Indonesia (REI) Sulsel dipersembahkan untuk Djumaren dan keluarga tak mampu lainnya di Sulsel. Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Irman Gusman yang ikut menyerahkan rumah untuk Djumaren menyebut negara wajib menyediakan papan untuk warganya. Rumah tidak boleh hanya dinikmati oleh segelintir orang saja. "Masyarakat menengah ke bawah berhak mendapat tempat tinggal," ungkapnya.
Negara dalam hal ini wajib memberikan tempat tinggal tanpa kecuali. Jika warga negara tak mampu membeli rumah, maka negara bisa menyediakan rumah untuk disewa atau dalam bentuk penampungan. Irman pun bersyukur dengan diluncurkannya program Ramadhan Rumah Impian di bulan Ramadhan tahun ini. Sebagai seorang Muslim, tutur Irman, memberi bantuan kepada seseorang justru akan mendatangkan rezeki. "Terlebih ini bulan Ramadhan," katanya.
Ia mengatakan masyarakat Indonesia masih banyak yang hidup di garis kemiskinan. Jangan sampai kita terbuai dengan indikasi ekonomi makro yang membaik. "Ada kesenjangan besar di negara ini," ungkapnya.
Ia menambahkan sudah saatnya mengukur kemakmuran negara dari tingkat kebahagiaan warganya. Jika seorang warga bahagia, bisa dipastikan orang tersebut sejahtera. Irman menyebut pembagian rumah gratis seperti ini juga bentuk berbagi kebahagiaan.
Ketua DPD REI Sulsel Reymond Affandi menyebut rumah yang diterima Djumaren adalah rumah ke-11 yang dibagikan gratis selama bulan Ramadhan tahun ini. Reymond menjelaskan program ini sudah memberikan rumah di 7 kabupaten di Sulsel. "Diberikan kepada yang benar-benar layak," ungkapnya.
Program ini dimulai dari usulan masyarakat yang mencalonkan kandidat penerima rumah. Ia mengaku tahun ini ada lebih dari 600 aplikasi yang masuk. Pihaknya lantas melakukan seleksi ketat dengan melakukan langsung survei satu per satu dari profil yang masuk. "Agar tidak ada komplain, yang mampu kok dapat rumah," terangnya.
Program ini sudah berlangsung selama tiga tahun setiap bulan Ramadhan. Reymond berharap pihaknya bisa meningkatkan jumlah rumah yang diberikan cuma-cuma dari tahun ke tahun.