NU dan Muhammadiyah Imbau Hormati Perbedaan Awal Ramadhan

Rep: c67/ Red: Asep K Nur Zaman

Jumat 13 Jun 2014 15:12 WIB

Rukyatul hilal Foto: Antara/Saiful Bahri Rukyatul hilal

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Bulan Suci Ramadhan akan segera tiba. Namun, diperkirakan penentuan awal Bulan Puasa tahun ini kembali mengalami perbedaan. Meskipun demikian, umat diimbau untuk bersikap dewasa.

Seruan tersebut disampaikan oleh Katib ‘Am Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Malik Madani, kepada Republika, Jumat (13/6). Dia menuturkan, perbedaan metode yang digunakan oleh beberapa ormas Islam mengakibatkan perbedaan awal Ramadhan.

“Apabila sama-sama tidak bisa disamakan, maka kita harus rela untuk menerima perbedaan,” ujar Kiai Malik.

Tetapi, menurut Kiai Malik, penentuan awal Ramadhan oleh NU masih akan menunggu hasil pantauan bulan baru (rukyatul hilal) pada 29 Sya’ban di titik yang digunakan di seluruh Indonesia. Ini artinya, potensi untuk penentuan awal Ramadhan berbeda dengan yang menetapkan awal Ramadhan pada 28 Juni. “Posisi bulan yang sangat rendah,” katanya.

Selain itu, NU  masih menunggu Sidang Isbat yang dilaksanakan oleh pemerintah. Sebab, kata Kiai Malik, NU berpegangan bahwa dalam mengambil keputusan pemerintah memiliki otoritas penuh.

Imbauan untuk saling menghormati atas perbedaan penentuan awal Ramadhan juga disampaikan Wakil Ketua Majlis Tarjih dan Tajdid Pengurus Pusat Muhammadiyah, Oman Fathurohman. Ormas Islam yang satu ini juga tidak mempersoalkan perbedaan yang terjadi.

Fathurohman menuturkan, Muhammadiyah telah mengeluarkan maklumat bahwa awal Ramadhan jatuh pada 28 Juni. “Maklumat itu juga berisi imbauan untuk saling menghormati dan tidak memaksa siapa pun untuk mengikutinya,” ujarnya.

Selain itu, kata Fathurohman, Muhammadiyah tidak perlu menunggu keputusan dari Kementerian Agama atau Sidang Isbat. Alasannya, Muhammadiyah memiliki metode sendiri, yaitu hisab hakiki. “Jadi tidak harus menunggu pemerintah,” tandasnya. 

Terpopuler