REPUBLIKA.CO.ID,
Menu berbuka maupun sahur yang sering dihidangkan tim Indonesia tak jarang mendapat pujian dari Muslim asal negara lain. Menu yang dihidangkan seperti kolak, satai, hingga makanan khas Indonesia yaitu tempe.
Menurutnya, banyak warga Jepang yang suka tempe. Bahkan, ada warga asli Indonesia yang membuka toko tempe di Jepang dan tak sedikit peminatnya.
Makanan halal juga mudah ditemui. Muslim Indonesia pun dapat memesannya dan langsung dikirimkan ke depan pintu apartemen.
Sementara, untuk daging, dia mengatakan, ada beberapa toko di Jepang yang telah menyediakan daging dan bahan-bahan halal lainnya.
Makanan yang dirindukan dari Indonesia terutama adalah makanan khas pembuka puasa, misalnya, kolak kacang hijau dan makanan manis lainnya. Jenis-jenis makanan tersebut sulit ditemui di Jepang, khususnya di Saga, katanya.
Ketika Risah menjalani Ramadhan di sana, Jepang sedang musim panas. Periode puasa pun menjadi lebih lama dibandingkan di Indonesia. Sekitar pukul 03.00 waktu setempat adalah waktu subuh. Kemudian, waktu maghrib pada pukul 20.00 waktu setempat.
Komunitas Muslim di Jepang juga memiliki program safari ustaz Indonesia. Dalam program ini, komunitas Muslim Indonesia mengundang ustaz dari Indonesia untuk mengisi ceramah selama Ramadhan secara bergantian.
Sang ustaz berkeling dari satu wilayah ke wilayah lainnya di Jepang. Sering kali, ustaz dari Indonesia hadir di Saga pada pekan terakhir Ramadhan.
Sayangnya, Risah mengatakan, di daerah Saga belum ada masjid maupun mushalla. Masjid dan mushalla hanya terdapat di kota sebelahnya, yaitu Fukuoka. Risah pun mengandalkan //reminder // shalat yang dipasang di komputer.
Menjelang ibadah shalat Id, komunitas Muslim meminta izin untuk menggunakan gedung serbaguna milik pemerintah daerah yang disebut dengan Kouminkang.
Gedung tersebut digratiskan untuk ibadah shalat Id. “Kecuali jika kami ingin menggunakan AC, maka harus memasukkan koin ke dalam lubang koin di AC tersebut,” ujarnya.