REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Fuji Pratiwi
Rasulullah SAW dan para sahabat menghidupkan Ramadhan.
Ramadhan menjadi bulan penting bagi umat Islam, terutama secara spiritual sebagai sarana menuju peningkatan keimanan dan ketakwaan.
Selain upaya individu untuk menjalankan Ramadhan dengan maksimal, komunitas, bahkan otoritas pemerintahan, bisa juga berperan menciptakan suasana Ramadhan yang kondusif agar perbaikan komunal bisa diwujudkan.
Ali Celik dalam Prophet Muhammad's Ramadan Preparations menuliskan dua hal penting yang diperhatikan Rasulullah SAW menjelang Ramadhan. Pertama adalah tidak berpuasa di hari-hari meragukan di akhir Sya'ban.
Kedua, untuk memastikan awal Ramadhan, Rasulullah SAW mengajak umat Islam untuk melihat bulan baru (hilal) di akhir Sya'ban. Jika memang tidak terlihat, maka jumlah hari di bulan Sya'ban digenapkan menjadi 30 haru.
Rasulullah SAw mengajak para sahabat dan kaum Muslim untuk lebih bederma saat Ramadhan. Dalam penjabarannya mengenai sedekah di Ramadan and Charity: Healing for the Land, Zaid Shakir mengungkapkan konteks pemerataan kesejahteraan jadi pesan mendalam dari anjuran itu.
Komunitas Muslim didorong untuk memberi sehingga terjadi pemerataan kebutuhan di kalangan Muslim dhuafa, baik makanan, pakaian maupun tempat tinggal.
Di bagian sirah sahabat di laman Islam for Life, dijelaskan di zaman kepemimpinan Umar bin Khattab, ia melihat banyak Muslim di Masjid Nabawi melaksanakan shalat tambahan setelah isya saat Ramadhan atau yang dikenal dengan istilah shalat sunat tarawih.
Mereka shalat masing-masing dengan jumlah rakaat yang berbeda-beda. Melihat ini, Umar lalu berkonsultasi dengan para sababat lainnya untuk menentukan mekanisme shalat tarawih.