REPUBLIKA.CO.ID, Pada waktu Perang Khaibar, ia datang kepada Rasulullah SAW untuk berbai’at. Dan semenjak ia menaruh tangan kanannya di tangan kanan Rasul, maka tangan kanannya itu memperoleh penghormatan besar.
Ia pun bersumpah pada dirinya, tidak akan menggunakannya kecuali untuk perbuatan utama dan mulia.
Pertanda ini merupakan suatu bukti jelas bahwa pemiliknya mempunyai perasaan yang amat halus. Imran bin Hushain merupakan gambaran yang tepat bagi kejujuran, sifat zuhud dan kesalehan serta mati-matian dalam mencintai Allah dan menaati-Nya.
Walaupun memperoleh taufik dan petunjuk Allah yang tiada terkira, namun ia sering menangis mencucurkan air mata. "Kenapa aku tidak menjadi debu yang diterbangkan angin saja," ia kerap meratap.
Kaum Muslimin takut kepada Allah bukanlah karena banyak melakukan dosa, tidak! Setelah menganut Islam, boleh dikata sedikit sekali dosa mereka. Mereka takut dan cemas karena menilai keagungan dan kebesaran-Nya, bagaimanapun mereka beribadah, rukuk dan sujud, tetapi ibadah dan syukurnya itu belumlah memadai nikmat yang telah mereka terima.
Pernah suatu saat beberapa orang sahabat bertanya pada Rasulullah SAW, "Wahai Rasulullah, kenapa kami ini... Bila kami sedang berada di sisimu, hati kami menjadi lunak hingga tidak menginginkan dunia lagi dan seolah-olah akhirat itu kami lihat dengan mata kepala. Tetapi bila kami meninggalkanmu dan berada di lingkungan keluarga, anak-anak dan dunia kami, maka kami pun telah lupa diri?"
Rasulullah SAW bersabda, "Demi Allah, yang nyawaku berada dalam genggaman-Nya, seandainya kalian selalu berada dalam suasana seperti di sisiku, tentulah malaikat akan menampakkan dirinya menyalami kamu. Tetapi, yang demikian itu hanya sewaktu-waktu."
Pembicaraan itu kedengaran oleh Imran bin Hushain, maka timbullah keinginannya, dan seolah-olah ia bersumpah pada dirinya tidak akan berhenti dan tinggal diam, sebelum mencapai tujuan mulia tersebut. Bahkan walau terpaksa menebusnya dengan nyawanya sekalipun.
Dan seolah-olah ia tidak puas dengan kehidupan sewaktu-waktu itu. Ia menginginkan suatu kehidupan yang utuh dan padu, terus-menerus dan tiada henti-hentinya, memusatkan perhatian dan berhubungan selalu dengan Allah Azza Wa Jalla.