REPUBLIKA.CO.ID, Maka jadilah Khubaib bulan-bulanan seluruh anggota Al-Harits. Setiap hari sahabat Anshar yang dikenal bersifat bersih, pemaaf, teguh keimanan dan taat beribadah ini harus menerima siksaan.
Hingga suatu hari salah seorang putri keluarga tersebut berteriak terkejut, memberitakan bahwa budak sekaligus tawanan mereka sedang santai dan tenang-tenang memakan buah anggur.
Padahal, buah tersebut sedang tidak musim di Makkah dan Khubaib pun diikat tangannya dengan rantai besi.
Keluarga Al-Harits menakut-nakuti Khubaib, bahwa saudara sekaligus sahabatnya, Zaid yang juga dibeli keluarga Makkah lainnya, telah dieksekusi. Ia telah dibunuh dengan cara ditusuk tombak dari lubang dubur hingga tembus ke dadanya!
Namun berita kejam nan sadis ini ternyata tidak berhasil membuat hati Khubaib ketakutan apalagi berpaling dari keimanannya.
Sebaliknya, hal ini justru membuat dirinya lebih pasrah terhadap ketentuan-Nya. Akhirnya keluarga Al-Harits pun putus asa. Mereka memutuskan untuk segera mengeksekusi tawanan yang tegar itu.
Namun sebelum eksekusi dijalankan, Khubaib memohon agar diperbolehkan melakukan shalat terlebih dahulu. Maka Khubaib mendirikan shalat dua rakaat.
Usai shalat, Khubaib menoleh kepada para algojo yang mengawasinya sambil berkata, "Seandainya bukan karena dikira takut mati, maka aku akan menambah jumlah rakaat shalatku."
Inilah shalat sunnah pertama yang dilakukan seorang Muslim ketika akan menghadapi kematian. Kemudian Khubaib melantunkan sebait syair:
Mati bagiku tak menjadi masalah
Asalkan dalam ridha dan rahmat Allah
Dengan jalan apa pun kematian itu terjadi
Asalkan kerinduan kepada-Nya terpenuhi
Kuberserah kepada-Nya
Sesuai dengan takdir dan kehendak-Nya