Kamis 09 Oct 2014 17:22 WIB

Ini Warisan Sunan Gunung Jati dalam Syiar Islam

Rep: Lilis Sri Handayani/ Red: Agung Sasongko
Masjid Cipta Rasa Cirebon
Foto: Republika/Yogi Ardhi
Masjid Cipta Rasa Cirebon

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Penyebaran Islam di bumi Jawa Barat tak bisa dilepaskan dari peran Syekh Syarif Hidayatullah. Salah satu Wali Songo yang dikenal dengan nama Sunan Gunung Jati itupun meninggalkan banyak jejak penyebaran Islam, salah satunya adalah Mesjid Agung Sang Cipta Rasa.

Di masjid yang merupakan masjid tertua di Jawa Barat itu, Sunan Gunung Jati mewariskan banyak tradisi yang terus terpelihara sejak kini.  Seperti misalnya, tradisi tahlilan yang diselenggarakan setiap malam Jumat. Selain itu, adapula kegiatan marhabanan.

Di Mesjid Sang Cipta Rasa ini juga selalu dikumandangkan adzan pitu setiap Shalat Jumat. Adzan itu dikumandangkan oleh tujuh orang muadzin secara bersamaan. Tradisi tersebut, hanya berlaku di masjid ini. Tidak ada masjid lain di Indonesia bahkan di dunia yang memiliki tradisi seperti ini.

Kumandang adzan pitu itu bermula dari adanya wabah yang terjadi dan susah dihilangkan pada masa Sunan Gunung Jati. Wabah itu akhirnya bisa hilang setelah dikumandangkan adzan pitu. Tradisi adzan pitu ini dilombakan saat haul Sunan Gunung Jati ke-461 pada 7 Oktober 2014 lalu. Pesertanya, berasal dari Wilayah Ciayumajakuning (Cirebon, Indramayu, Majalengka dan Kuningan).

Tak hanya adzan pitu, tradisi lain yang terus terpelihara sejak zaman Sunan Gunung Jati adalah pelaksanaan khutbah Jumat yang menggunakan bahasa Arab. Hal itu berlaku baik pada khutbah pertama maupun kedua.

Khusus pada bulan suci Ramadhan, di Mesjid Agung Sang Cipta Rasa juga diadakan tadarus Alquran. Selama Ramadhan, tadarus Alquran mengalami tiga kali khataman.  Tradisi dlugdag juga berlangsung selama bulan Ramadhan. Tradisi penabuhan bedug itu dimaksudkan sebagai pemberitahuan kepada masyarakat mengenai datangnya puasa.

Sunan Gunung Jati juga memberikan banyak wasiat. Salah satunya, Ingsun titip tajug lan fakir miskin (saya titip mushola/masjid dan fakir miskin). Dengan adanya wasiat itu, umat Islam diminta untuk selalau menjaga kemakmuran masjid/mushola dan menyantuni fakir miskin.

Wasiat itu seperti yang selama ini dijalankan keluarga keraton sebagai keuturnan Sunan Gunung Jati. Keluarga keraton selalu membagikan 'sesuatu' (sembako) pada fakir miskin.

 

Penulis:

KH Drs Abdul Latief

Imam Rowatib Masjid Agung Sang Cipta Rasa

Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا شَهَادَةُ بَيْنِكُمْ اِذَا حَضَرَ اَحَدَكُمُ الْمَوْتُ حِيْنَ الْوَصِيَّةِ اثْنٰنِ ذَوَا عَدْلٍ مِّنْكُمْ اَوْ اٰخَرٰنِ مِنْ غَيْرِكُمْ اِنْ اَنْتُمْ ضَرَبْتُمْ فِى الْاَرْضِ فَاَصَابَتْكُمْ مُّصِيْبَةُ الْمَوْتِۗ تَحْبِسُوْنَهُمَا مِنْۢ بَعْدِ الصَّلٰوةِ فَيُقْسِمٰنِ بِاللّٰهِ اِنِ ارْتَبْتُمْ لَا نَشْتَرِيْ بِهٖ ثَمَنًا وَّلَوْ كَانَ ذَا قُرْبٰىۙ وَلَا نَكْتُمُ شَهَادَةَ اللّٰهِ اِنَّآ اِذًا لَّمِنَ الْاٰثِمِيْنَ
Wahai orang-orang yang beriman! Apabila salah seorang (di antara) kamu menghadapi kematian, sedang dia akan berwasiat, maka hendaklah (wasiat itu) disaksikan oleh dua orang yang adil di antara kamu, atau dua orang yang berlainan (agama) dengan kamu. Jika kamu dalam perjalanan di bumi lalu kamu ditimpa bahaya kematian, hendaklah kamu tahan kedua saksi itu setelah salat, agar keduanya bersumpah dengan nama Allah jika kamu ragu-ragu, “Demi Allah kami tidak akan mengambil keuntungan dengan sumpah ini, walaupun dia karib kerabat, dan kami tidak menyembunyikan kesaksian Allah; sesungguhnya jika demikian tentu kami termasuk orang-orang yang berdosa.”

(QS. Al-Ma'idah ayat 106)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement