REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA - Rencana pencabutan subsidi BBM jenis premium tidak serta merta disetujui oleh Pertamina. Direktur Pemasaran dan Perdagangan Ahmad Bambang meminta pemerintah untuk mempertimbangkan banyak hal terkait rencana ini.
Salah satu poin yang Bambang sorot adalah kebenaran harga premium non-subsidi. "Apa betul kalau tidak subsidi harganya di bawah Rp 8500 perliter, karena tentu saja pelaku pasar akan menambah keuntungan," jelas Bambang kepada Republika, Kamis (18/12).
Selain itu, Bambang melanjutkan, pemerintah harus mempertimbangkan beberapa alasan agar ke depannya tidak ada lagi saling salah antara pemerintah dan pertamina. Ia menjelaskan harga di wilayah yang sulit dicapai akan jauh lebih mahal.
Hal ini terjadi karena biaya distribusi, dimana artinya masyarakat berpenghasilan rendah akan membeli dengan harga tinggi. "Ini bisa memicu pemisahan dari NKRI, terutama bagi daerah penghasil minyak," ucap dia
Ia juga menambahkan, Pertamina harus diperlakukan adil sebagai badan usaha. Ini artinya penerapan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, tak boleh lagi dibebankan penarikannya kepada Pertamina. Pemda harus menarik sendiri dari pengusaha SPBU
Selain itu Pertamina akan dirugikan khususnya jika pemerintah meminta Pertamina melakukan subsidi silang antara kota dan pedesaan. Hal ini karena harga premium akan berbeda, sehingga pengusaha SPBU lebih memilih di perkotaan.