Selasa 06 Jan 2015 21:52 WIB

Duh, Pemerintah Belum Punya Langkah Ketika Harga Minyak Melonjak

Rep: Satria Kartika Yudha/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Tahun 2015 Premium Tidak Bersubsidi: Petugas mengisi bahan bakar minyak (BBM) jenis premium di SPBU, Jakarta, Jumat (19/12).
Foto: Republika/Yasin Habibi
Tahun 2015 Premium Tidak Bersubsidi: Petugas mengisi bahan bakar minyak (BBM) jenis premium di SPBU, Jakarta, Jumat (19/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kebijakan penghapusan subsidi bahan bakar minyak (BBM) jenis premium tidak serta merta bakal diberlakukan sepanjang lima tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Kebijakan ini akan terus dievaluasi dengan melihat perkembangan kedepan.

Seperti diketahui, pemerintah per 1 Januari 2015 resmi menghapus subsidi premium. Untungnya, kebijakan ini ditetapkan di tengah tren penurunan harga minyak dunia.  Sehingga, harga premium turun menjadi Rp 7.600/liter dari sebelumnya Rp 8.600/liter.

Namun, kebijakan ini bisa menjadi kado pahit buat rakyat apabila suatu saat harga minyak dunia melonjak. Otomatis, harga premium akan lebih mahal karena pemerintah tidak lagi memberikan subsidi.

Direktur Jenderal Keuangan Kementerian Keuangan Askolani mengaku belum tahu kebijakan seperti apa yang akan dilakukan pemerintah apabila suatu saat harga minyak dunia melonjak. "Kita maju dulu. Yang pasti, pemerintah masih akan melakukan evaluasi atas kebijakan ini," ujar Askolani di kantor Kementerian Keuangan, Selasa (6/1).

Askolani menambahkan negara-negara lain justru sudah lebih dulu menghapus subsidi BBM. Contohnya adalah Pakistan dan Vietnam. "Mereka (Pakistan dan Vietnam) yang lebih miskin dari kita aja bisa kok tanpa subsidi," ujar Askolani.

Dia mengatakan dana penghematan hasil penghapusan subsidi BBM akan direalokasikan untuk pembangunan infrastruktur dan pemerataan pembangunan.

"Harga premium di Papua itu bisa Rp 20 ribu. Supaya merata dan tidak ada kesenjangan harus diperbaiki sistem transportasinya. Dananya ya dari penghematan ini," dia menambahkan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement