REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Perlu campur tangan dari pemerintah dan perbankan agar UMKM bisa lebih berkembang, terutama dari sisi pembiayaan. Guru Besar Universitas Padjajaran Ina Primiana mengatakan penyaluran kredit UMKM yang tidak agresif menjadi pertanda fungsi intermediasi perbankan terhadap sektor UMKM tidak maksimal.
Penyaluran kredit sektor UMKM hingga bulan November 2014 hanya tumbuh 11 persen.
Di satu sisi, bunga untuk sektor UMKM tinggi membebani pelaku usaha. Diakuinya, bunga yang tinggi terhadap sektor UMKM berbanding lurus dengan risiko yang dihadapi. Namun, bank bisa menggunakan skema pembinaan sehingga risiko kredit UMKM bisa lebih termonitor.
Bank juga harus peka pada level berapa UMKM mampu membayar bunga pinjaman. “Jangan hanya kasih bunga (tinggi) tapi juga harus kasih pembinaan sebelum mereka mendapatkan kredit itu,” ujar Ina, saat dihubungi, Kamis (15/1).
Menurut dia, pembinaan yang langsung diberikan oleh bank bisa memperkecil risiko kredit macet sehingga risiko kridit tidak harus dimasukkan dalam komponen bunga tinggi. Dengan pembinaan yang serius dari perbankan menurut dia masalah bunga tinggi karena faktor risiko bisa sedikit ditekan.
Dengan pembinaan yang intens, secara alami perbankan telah meminimalisir risiko kredit. Menurut dia, pemerintah bisa saja menentukan tingkat batas atas untuk bunga UMKM agar tidak terbebani. Hanya saja takkan berhasil selama fungsi intermediasi perbankan tidak berjalan dengan baik dan tidak ada pembinaan dari perbankan untuk UMKM.
Ina mengatakan pemerintah juga harus lebih sensitif dengan memberikan subsidi bunga kepda UMKM tertentu yang berdampak pada proses industrialisasi dalam negeri. Dengan adanya pengurangan subsidi energi pemerintah bisa mengalihkan kepada subsidi bunga bagi UMKM. Namun, pemerintah juga tidak boleh asal memberikan subsidi.