REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat ekonomi pertanian Bustanul Arifin mengatakan, operasi pasar tidak langsung bisa menurunkan harga beras di pasaran. Operasi pasar yang dilakukan memang langsung menyentuh konsumen, namun harga di pasaran secara luas akan tetap tinggi.
Bustanul menjelaskan, beberapa bulan lalu Bulog pernah melakukan operasi pasar, namun dihentikan karena beras yang disalurkan ada indikasi di oplos dan dijual dengan harga tinggi oleh pedagang. Kemudian, Bulog mengubah distribusi beras melalui satgas dengan membuat kemasan lebih kecil yakni lima kilogram, agar bisa langsung di konsumsi oleh masyarakat.
Operasi pasar tersebut akan sulit untuk mengubah harga beras. "Saya khawatir justru suplai memang sedang berkurang karena sekarang tidak musim panen, dan kalau itu yang terjadi berarti manajemen stok harus dibenahi," kata Bustanul, Kamis (26/2).
Bustanul menjelaskan, untuk memperbaiki sistem distribusi dan manajemen stok beras, pemerintah perlu melakukan keterbukaan terhadap informasi harga. Keterbukaan ini dilakukan mulai dari administrasi perdagangan, pendaftaran gudang, sampai manajemen gudang.
Setelah penelusuran tersebut, baru dilakukan audit dan pengawasan. Menurut Bustanul, hal paling mendasar yang harus diperbaiki oleh pemerintah yakni keterbukaan informasi terlebih dahulu.
"Apabila ditelusuri akan diketahui, misalnya gudang A milik siapa dan jumlah stoknya berapa, sehingga kapasitasnya bisa diketahui dan di pantau," kata Bustanul.
Bustanul menjelaskan, harga beras yang ditetapkan oleh pemerintah sebesar Rp. 7400 per kilogram sebenarnya sudah ideal. Pasalnya, harga beras di tingkat internasional hanya sekitar 500 dolar AS per ton untuk kualitas medium.
Apabila ditemukan harga beras naik sampai 30 persen, sedangkan harga internasional cenderung turun maka ada persoalan struktur di dalam negeri. Dengan demikian, keterbukaan informasi harga dapat menjadi upaya untuk menstabilkan harga beras di pasaran.
Menurut Bustanul, dalam waktu dekat pemerintah harus melakukan dialog dengan para pedagang. Karena selama dua pekan mendatang, merupakan waktu yang sangat krusial untuk membenahi dan menanggulangi stabilitas harga beras. Selain itu, dialog tersebut dapat membuat suasana ketegangan persoalan beras menjadi mencair.
"Kalau tidak bisa ditanggulangi saya khawatir kenaikan harga akan berkelanjutan, sedangkan musim panen paling cepat Maret bahkan bisa saja April karena musim tanam mundur," ujar Bustanul.