Jumat 01 May 2015 02:34 WIB

Menelusuri Sejarah Islam di Negeri Yaman (1)

Menelusuri Sejarah Islam di Negeri Yaman (1)

Rep: Ahmad Islamy Jamil/ Red: Julkifli Marbun
Yaman
Foto: Reuters
Yaman

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Situasi  di Yaman belakangan ini kian memanas lantaran krisis politik yang melanda negeri itu sejak 2011. Negara republik yang terletak di selatan Jazirah Arab itu kini terlibat perang saudara, menyusul kudeta politik yang dilakukan kelompok pemberontak Houthi terhadap pemerintahan yang sah dalam beberapa bulan terakhir.

Perebutan kekuasaan yang disertai pertumpahan darah tersebut layak membuat kita prihatin, mengingat Yaman sendiri memiliki sejumlah catatan penting dalam sejarah peradaban Islam di masa lalu. Negeri itu pernah menjadi wilayah peredaran dakwah Nabi Muhammad SAW. Bahkan, Yaman juga pernah memainkan peranan krusial dalam penyebaran Islam di dunia, tak terkecuali Indonesia.

Islamisasi YamanAwal masuknya Islam ke Yaman bermula pada 630. Kala itu, Nabi Muhammad SAW mengutus saudara sepupu yang juga menantunya, Ali bin Abi Thalib RA, ke Sana'a dan sekitarnya untuk menyampaikan syiar Islam. Pada waktu itu, Yaman merupakan wilayah yang paling maju di Semenanjung Arabia. Bani Hamdan tercatat sebagai kabilah Yaman pertama yang menerima Islam. Di samping itu, Rasulullah SAW juga pernah mengutus Mu'adz bin Jabal RA ke al-Janad—yang hari ini dikenal sebagai daerah Taiz—untuk menyampaikan surat dakwah kepada para pemimpin suku di sana.

Selama periode risalah Nabi SAW, negeri Yaman tidak mempunyai kekuasaan yang terpusat, melainkan diperintah oleh sejumlah suku yang memegang kendali otonomi di daerah mereka masing-masing.Beberapa suku terkemuka di Yaman, termasuk Bani Himyar, mengirim delegasi ke Madinah antara 630-631 untuk menyatakan kesediaan mereka menerima Islam.

Kendati demikian, sejumlah orang Yaman sudah ada yang lebih dulu menjadi Muslim sebelum kedatangan delegasi tersebut. Beberapa di antaranya adalah Ammar bin Yasir RA, al-Ala'a al-Hadrami RA, Miqdad bin Aswad RA, Abu Musa al-Asy'ari RA, dan Syurahbil bin Hasanah RA. Para delegasi Yaman itu lantas meminta Rasulullah SAW supaya mengirimkan sejumlah guru untuk mengajarkan Islam kepada masyarakat Arabia Selatan.

Untuk memenuhi permintaan tersebut, Nabi SAW menugaskan sekelompok sahabat yang berkompeten, dan menunjuk Mu'adz bin Jabal sebagai amir (pemimpin) mereka.Dalam sebuah riwayat dikisahkan, sebelum Mu’adz berangkat ke Yaman, Rasulullah bersabda “Wahai Mu’adz, mungkin engkau tidak akan menjumpaiku lagi setelah ini.

Mungkin ketika engkau kembali (ke Madinah), engkau hanya akan mendapati masjid dan makamku saja,”Mendengar penuturan Nabi tersebut, Muadz pun menangis. Para sahabat yang ikut diutus ke Yaman bersamanya juga menangis. “Perasaan sedih mengharu biru di hati Mu’adz saat harus berpisah dari kekasihnya, Nabi Muhammad SAW,” tulis Abdul Wahid Hamid dalam bukunya, Companions of The Prophet, Voume 1.

Firasat Nabi ternyata benar. Rasulullah SAW wafat sebelum Mu’adz kembali dari Yaman. Untuk kesekian kalinya, air mata Mu’adz kembali tumpah ketika sampai di Madinah dan mendapati bahwa Nabi sudah meninggalkan dunia yang fana ini.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement