REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pakar Kimia Universitas Indonesia, Asmo Wahyu, menyarankan agar masyarakat merujuk kepada hasil penelitian yang dikeluarkan pihak berwenang dalam menyikapi perbedaan status beras plastik. Persoalan perbedaan hasil penelitian kandungan plastik dalam beras sebaiknya tidak perlu dijadikan polemik.
“Sebagai konsumen utama, masyarakat sebaiknya merujuk kepada hasil penelitian yang dikeluarkan pihak berwenang. Dalam konteks ini, informasi dari Puslabfor Mabes Polri dan BPOM yang semestinya dijadikan referensi masyarakat,” kata Asmo saat dihubungi ROL, Jumat (29/5).
Ke depannya, lanjut dia, masyarakat diharap tetap menggunakan informasi-informasi lanjutan yang dikeluarkan oleh kedua instansi pemerintah tersebut. Hal ini terkait kompetensi instansi kapasitas yang melekat pada keduanya.
“Yang paling berwenang dalam menentukan kandungan zat tertentu dalam bahan makanan adalah BPOM, “ tegas Asmo.
Sementara Sucofindo, lanjutnya, merupakan pihak swasta yang dimintai bantuan oleh Pemkot Bekasi untuk melakukan analisis terhadap sampel beras yang diduga mengandung unsur plastik. “Bukan berarti menkesampingkan hasil penelitian oleh salah satu pihak. Tetapi ada baiknya kita mengambil jalan tengah agar tidak berpeluang menimbulkan berbagai tafsiran terkait hasil penelitian ini. Jika BPOM yang lebih dulu merilis hasil penelitian, mungkin kondisinya berbeda,” tambahnya.
Diberitakan sebelumnya, terjadi perbedaan hasil penelitian antara BPOM dengan Sucofindo terkait kandungan plastik dalam beras. Hasil permeriksaan temuan beras di Bekasi oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyatakan negatif beras plastik. Sementara sebelumnya, hasil penelitian Sucofindo mengkonfirmasi adanya unsure plastik dalam beras tersebut.