REPUBLIKA.CO.ID, KINABALU -- Suasana Ramadhan di Kota Kinabalu tak begitu semarak. Namun, tetap memberikan kesan dan pengalaman berbeda.
Wiyanthie Soepardjo (50), Warga Negara Indonesia yang menetap di Kinabalu, Sabah, Malaysia mengungkap masyarakat Kinabalu menganggap bulan suci Ramadhan sebagai sebuah kewajiban, membuat mereka enggan menyambut kedatangannya dengan cara yang berlebihan.
"Semarak kota yang menyambut kedatangan tamu agung Ramadhan, juga tidak terlihat di sudut-sudut kota, seperti yang biasa ditemui manakala berada di Jakarta," kata dia, Selasa (23/6).
Pun juga pemerintah kota yang menyambut Ramadhan, hanya dengan beberapa pasang banner, yang dipajang di sejumlah sudut kota. Kegiatan jual beli yang dilakukan masyarakat Kinabalu, di pasar atau supermarket, juga tidak lantas menjadi meningkat.
Begitupun pelaksanaan sidang isbat di Kota Kinabalu juga relatif biasa saja. Pengajian-pengajian yang biasanya digelar sebelum Ramadhan, juga terkesan seperti pengajian biasa.
Akan tetapi, kebiasaan masyarakat Kinabalu yang tidak menyambut datangnya bulan suci Ramadhan, rupanya juga memiliki beberapa manfaat. Pasalnya, masyarakat seakan diajarkan untuk tidak menjadi konsumtif dalam berbelanja.
Masyarakat juga tidak perlu khawatir akan kenaikan harga. Tidak konsumtifnya masyarakat juga membuat harga relatif stabil meski di bulan Ramadhan.
Di Kinabalu juga tidak mengenal aksi sweeping. Sebagai gantinya, pemerintah menempatkan setidaknya satu petugas berseragam, di setiap restoran yang ada di Kinabalu. Mereka bertugas menjaring para pembeli beragama Muslim yang ketahuan makan di tempat umum selama bulan suci.
“Warga non-Muslim di sini juga nyaman saja, karena Ramadhan tidak membuat mereka sulit mencari makan,” kata dia.