REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Islam di Kinabalu punya cara khusus dalam berdakwah. Tak lagi mengandalkan sweeping tetapi menempelkan kertas folio berisi larangan makan selama puasa di tempat umum.
Kertas tersebut juga bertuliskan aturan, warga Muslim yang nekat makan di siang hari selama bulan suci Ramadhan, akan dikenakan denda seribu ringgit.
Untuk makanan berbuka atau santap sahur, Wiyanthie menjelaskan kalau ia beserta sang suami, masih bisa menikmati makanan yang tidak berbeda jauh dengan makanan Indonesia. Letak geografis Kinabalu yang masih serumpun membuat makanan seperti sup, rendang, kacang ijo atau bahkan kolak, masih bisa ia nikmati untuk berbuka puasa saat berbuka bersama di KJRI Kota Kinabalu.
“Jadi masyarakat Indonesia yang tinggal di sini yang terbiasa menyelenggarkaan bukber,” jelasnya.
Wiyanthie yang baru pertama kali menjalani bulan suci Ramadhan di Kinabalu, mengaku terkagum-kagum dengan kebersamaan antaragama yang terjalin di sana. Sebab, selain masyarakat Muslim yang tidak mempersulit warga non-Muslim untuk mendapatkan makanan.
warga non-Muslim juga menunjukkan sikap yang sangat baik. Mereka biasa membagikan makanan kepada warga Muslim pada sore hari, untuk sekadar menambah sajian berbuka puasa warga non-Muslim.
Ibu dua anak ini, juga menuturkan kalau pemandangan yang menyajikan kerukunan antar umat beragama. Juga terlihat dari restoran halal dan restoran yang tidak halal, yang berseberangan tanpa saling menjelek-jelekkan satu sama lain.
Tidak ada warga yang turun dan memadati jalan seperti di Indonesia, hanya saja, terdapat pasar murah yang biasa digelar di sana setiap Ahad. Pasar itu menyajikan barang-barang dengan harga murah kepada siapapun orang yang tinggal di Kinabalu.
Meski begitu, menjalani ibadah puasa di bulan Ramadhan yang jauh dari rumah tetap meninggalkan kesedihan di hati Wiyanthie. Terlebih, satu anak laki-laki dan satu anak perempuannya yang baru masih remaja harus ditinggalkan, demi menemani sang suami yang bertugas di sana.
Biarpun tak tampak kesedihan di wajah kedua anaknya yang tinggal di Jakarta, sebagai seorang ibu, hatinya cukup tersayat manakala mengingat sang anak, kala menikmati hidangan berbuka.
“Walaupun hujan emas di negeri orang, kan tetap lebih baik di negeri sendiri,” ujarnya dengan intonasi yang sedikit menurun.