REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) menilai tayangan televisi pada paruh pertama Ramadhan 1436 Hijriah mengalami perbaikan. Hasil itu berdasarkan pantauan Komisi Informasi dan Komunikasi (Infokom) MUI pada tayangan-tayangan televisi selama paruh pertama Ramadhan dan perbandingannya dengan periode yang sama tahun lalu.
"Ini terjadi karena kontrol yang lebih cermat dilakukan berbagai lembaga masyarakat," ujar Sekretaris Komisi Infokom, Asrori S Karni dalam konferensi pers di kantor MUI, Jakarta pada Selasa (7/7).
Asrori juga mengapresiasi adanya kesediaan lembaga penyiaran untuk memperbaiki diri terutama dalam tayangan TV Ramadhan. Menurutnya, perbaikan tersebut ditandai dua hal penting. Pertama, tren program komedi sahur sarkastik berkurang.
Program-program ini kerap menjadi sorotan oleh MUI dan obyek sanksi Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Kedua, yaitu kemunculan program Ramadhan baru yang positif, pengembangan program positif tahun sebelumnya, atau inspirasi dari televisi lain. Ia menjelaskan, pihaknya memantau program-program khusus keagamaan serta program dengan kriteria horror, violence, sex, dan banyolan (HVSB).
Program komedi sahur, kata Asrori, kerap menjadi titik rawan pelanggaran standar etika siaran sejak 2007. Lelucon bermuatan pelecehan, caci maki, dan terkadang celetukan cabul dinilai tidak sejalan dengan misi Ramadhan.
MUI mengaku bukan antikomedi. MUI justru mendorong agar ada pengembangan komedi yang menghibur, mencerdaskan, dan tanpa melecehkan sesama. Asrori menjelaskan, banyolan yang ditampilkan boleh asal dalam batas wajar dan terkontrol baik.
"Produser dan tim kreatif bisa membuat program yang biasanya negatif, menjadi positif."