Kamis 15 Oct 2015 21:14 WIB

BI Diproyeksikan Pertahankan BI Rate Sampai Akhir Tahun

Rep: Binti Sholikah/ Red: Nur Aini
Bank Indonesia
Foto: Republika/Adhi Wicaksono
Bank Indonesia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom United Overseas Bank (UOB) Ho Woei Chen memproyeksikan Bank Indonesia akan menahan suku bunga di level 7,5 persen untuk sisa tahun ini. Bank Indonesia (BI) mempertahankan BI Rate dan deposit facility overnight masing-masing pada tingkat 7,50 persen dan 5,50 persen dalam rapat dewan gubernur, Kamis (15/10). Posisi suku bunga tersebut telah dipertahankan selama delapan bulan berturut-turut.

Ekonom United Overseas Bank (UOB) Ho Woei Chen menyatakan, selain tiga paket kebijakan untuk mendorong pertumbuhan, pemerintah Indonesia mengatakan akan meluncurkan langkah-langkah lebih lanjut untuk meningkatkan lapangan kerja. Kebijakan itu akan mencakup formula untuk patokan kenaikan upah tahunan untuk kebutuhan hidup minimum, PDB dan inflasi, agar memberikan kepastian untuk bisnis. "Meskipun demikian, kami percaya kurangnya permintaan eksternal dan perlambatan pertumbuhan Cina akan membatasi setiap pemulihan pertumbuhan jangka pendek," ujarnya dalam keterangan resmi, Kamis (15/10).

UOB memperkirakan bahwa pertumbuhan PDB hanya akan meningkatkan sedikit menjadi 4,8 persen (yoy) di semester kedua 2015 dari 4,7 persen di semester pertama 2015. 

Sementara itu, tingkat inflasi bulanan telah mencapai 7,3 persen (yoy) tahun ini karena dimoderasi menjadi 6,8 persen pada bulan September. Penurunan lebih lanjut inflasi diperkirakan terjadi pada November dan Desember. Inflasi pada akhir tahun akan berada di kisaran 4,0-4,5 persen (yoy).

Selain itu, data ekonomi yang lemah di Indonesia dan penurunan inflasi diperkirakan akan tetap memberikan ruang untuk penurunan suku bunga. Namun, hal itu sangat tergantung pada tingkat normalisasi suku bunga bank sentral AS, the Fed. 

"Untuk saat ini, pemulihan nikai tukar rupiah telah mengurangi tekanan dari kenaikan suku bunga jangka pendek di Indonesia, tapi kecuali BI mengharapkan the Fed untuk menunda dimulainya normalisasi suku bunga hingga 2016, penurunan suku bunga bisa membuktikan menjadi langkah berisiko dengan meningkatkan tekanan pada rupiah karena pasar bertindak atas kekhawatiran the Fed," terangnya. 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement