REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Realisasi kinerja pemerintah di kuartal I (Q1) 2016 dinilai tak cukup memuaskan karena penerimaan negara belum sesuai ekspetasi.
" Ini (realisasi Q1) memang sedikit di bawah," kata Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro di kantornya, Jakarta, Selasa (10/5).
Bambang menjelaskan, hingga Ahad (8/5) penerimaan negara telah mencapai 23 persen. Dari nilai ini, artinya pemerintah baru mendapatkan pemasukan sekitar Rp 419,2 triliun. Sebab target pemerintah sesuai dengan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) berada di angka 1.822,5 triliun.
Dengan penerimaan ini, Bambang menilai bahwa defisit pemerintah masih bisa terkendali. Karena nilai pendapatan ini masih cukup baik. "Masih manageable, saya lupa angkanya tapi (defisit anggaran) masih manageable," kata Bambang.
Dengan penerimaan yang belum sesuai rencana, Bambang memastikan pemerintah belum akan menurunkan target penerimaan sesuai dengan APBN. "Ah pokoknya nggak (berubah)," kata Bambang.
Sementara untuk total belanja, Bambang menilai bahwa pemerintah baik kementerian maupun nonkementerian sudah baik dalam memanfaatkan anggaran yang ada. Sama halnya dengan data penerimaan, belanja modal pemerintah telah mencapai 28 persen. Nilai belanja ini berada di kisaran Rp 586,8 triliun persen dari target Rp 2.095,7 triliun. Nilai ini dianggap sudah lebih baik ketimbang kuartal I 2015.
Dari data di Direktorat Jenderal Pembendaharaan, Kemenkeu, pendapatan negara per 31 Maret 2016 sebesar 13,6 persen dari APBN. Nilai ini lebih kecil dibandingkan penerimaan di bulan yang sama pada 2015 sebesar 16,1 persen dari APBN.
Sedangkan untuk belanja negara per Maret 2016 telah mencapai 18,7 persen. Nilai ini naik sedikit dibandingkan belanja negara di bulan yang sama tahun 2015 sebesar 18,5 persen.
Dengan nilai pada kuartal satu, Bambang menyebut bahwa pihaknya tidak akan terlalu banyak mengubah asumsi makro untuk APBN Perubahan 2016 yang nanti akan diajukan ke DPR. Dalam asumsi makro ini, ada perubahan harga minyak dari yang awalnya sekitar 50 dolar AS per barel menjadi 35 dolar AS per barel.
Adanya asumsi penurunan harga minyak dipastikan bakal berdampak pada penerimaan di sektor minyak dan gas (migas). Penurunan ini diperkiraan akan mencapai Rp 17 triliun. Selain itu, penurunan akan terjadi pada penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari sektor migas yang mengalami penurunan sekitar Rp 50,6 triliun. Sedangkan PBNP nonmigas khususnya tambang diperkirakan menurun Rp 25 triliun.
Baca juga: Jokowi Kecewa Pertumbuhan Ekonomi Kuartal I 2016 Hanya 4,92 Persen