REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Institute for Development Economic and Finance (Indef) menilai pemerintah membuat distorsi sendiri atas kebijakan fiskal yang dibuat dalam dua tahun belakangan. Kebijakan fiskal pengampunan pajak yang tengah berjalan harus ditangani dengan tepat jika diharapkan berdampak pada pertumbuhan ekonomi.
Direktur Eksekutif Indef, Enny Sri Hartati menjelaskan, pada kebijakan fiskal dua tahun belakangan, terjadi tarik-menarik dana di pasar keuangan (crowd out). Dana yang harusnya masuk ke bank jadi masuk SBN.
Di satu sisi perbankan diminta menurunkan suku bunga. Tapi di sisi lain, pemerintah mengganjar investor dengan bunga obligasi pemerintah di atas tujuh persen.
''Bagaimana bank akan menerapkan suku bunga rendah kalau begitu? Pemerintah sendiri yang mendistorsi pasar keuangan domestik sehingga kredit perbankan masih di bawah 10 persen hingga Juni 2016,'' kata Enny usai memaparkan kajian tengah tahun Indef di Universitas Trilogi, Rabu (27/7).
Sebelum penerapan kebijakan pengampunan pajak, Indonesia sudah menikmati aliran dana besar pasca Brexit. Indef mewanti-wanti jika aliran dana dari pengampunan pajak ini hanya uang panas yang tidak masuk ke sektor riil, yang malah tidak punya dampak bagi ekonomi Indonesia.
''Fiskal nasional yang kedodoran. Kalau hanya dapat apresiasi di pasar keuangan, tidak sektor riil, maka reformasi struktural ini tidak berdampak,'' kata Enny.