REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pembangunan Madinah al-Zahra berlangsung setelah Abdul Rahman al-Nasir atau Abdul Rahman III mendeklarasikan diri sebagai khalifah dan berhasil membawa Andalusia ke masa kejayaan. Konsep Madinah al-Zahra terlihat berbeda dengan kota-kota Islam dalam periode yang sama dan mewakili ekspresi urban yang tinggi pada masa Kekhalifahan Umayyah.
(Baca: Situs Madinah al-Zahra, Sejarah Tata Kota Islami)
Nama Madinah al-Zahra yang berarti Kota Bercahaya diinterpretasikan memiliki kaitan dengan rivalitas politik religi antara Kekhalifahan Umayyah dan Kekhalifahan Fatimiyyah. Zuhara (Venus) dianggap menjadi tandingan al-Qahir (Mars) yang digunakan Kekhalifahan Fatimiyyah untuk ibu kota mereka, Mesir. Namun, ada dugaan lain bahwa Madinah al-Zahra dianggap sebagai kehadiran simbolis surga di dunia. Sebab, beberapa bangunan merefleksikan tafsiran surga yang Alquran sebutkan seperti taman-taman dan istana.
Pembangunan kota ini memakan sumber daya yang luar biasa, dari material hingga tenaga kerja, dari detail potogan struktur dan elemen hingga dana. Dalam 40 tahun masa pembangunan Madinah al-Zahra bahkan harus melalui dua kepemimpinan, 25 tahun pada masa Khalifah Abdul Rahman III dan 15 tahun pada masa Khalifah al-Hakam, putra Khalifah Abdul Rahman III. Rentang waktu ini terbilang cepat karena sistem pengairan peninggalan era Romawi membuat pasokan air terjaga. Bebatuan dan material pendukung dipasok dari daerah sekitar dengan radius 50 kilometer.
Kecepatan pembangunan kota tak lepas dari pasokan material dan banyaknya tenaga yang dikerahkan, dari buruh bangunan hingga para seniman. Bahan baku utama bangunan-bangunan di Madinah al-Zahra adalah batu-batu alam. Selain marmer dan batu gamping, digunakan pula shaft hitam dan kemerahan serta batu gamping putih untuk membuat ukiran tumbuhan.
Kota ini didirikan di atas tanah berbentuk persegi dengan luas 112 hektare, lebih luas dari Alcazar yang luasnya hanya 19 hektare. Kota ini dibangun di lokasi strategis di titik tertinggi pusat urban. Madina al-Zahra dibuat berjenjang di mana istana khalifah berada di titik tertinggi, di bagian tengah adalah kediaman putra mahkota dan kantor administrasi, dan bagian bawah diperuntukkan sebagai permukiman warga.