Kamis 20 Oct 2016 03:08 WIB

Sosialisasi Minim, Banyak yang tak Tahu UU Jaminan Produk Halal

Rep: Fuji E Permana/ Red: Budi Raharjo
Produk Halal (ilustrasi)
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Produk Halal (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masih banyak masyarakat konsumen dan pengusaha yang belum mengetahui Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH). Hal ini terjadi karena sosialisasi yang dilakukan pemerintah masih sangat minim.

Pendiri Halal Corner, Aisha Maharani mengatakan, sosialisasi UU JPH terhadap masyarakat konsumen dan pengusaha belum cukup. Badan penjamin halal sendiri belum dibentuk. Selain itu, sampai saat ini belum ada standar lembaga halal yang nanti boleh melakukan sertifikasi halal.

 

Menurutnya, sertifikasi halal harus ada prosedurnya sehingga payung hukumnya jelas. Ada beberapa lembaga yang mengklaim lembaga halal. "Tapi kompetensinya, standarnya seperti apa, itu yang belum jelas," kata Aisha kepada Republika, Rabu (19/10).

Ada tiga pintu untuk pengusaha mendapatkan sertifikasi halal. Diantaranya, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJH), Lembaga Penjamin Halal (LPH) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Menurut Aisha, masing-masing beda, sehingga hal ini akan sedikit merepotkan pengusaha. "Bisa jadi agak lama, birokratif banget dan masalah pendanaan juga, sebenarnya banyak poin-poin yang masih dikritisi," ujarnya.

Intinya pekerjaan pemerintah untuk menegakkan UU JPH masih banyak. Menurut dia, memang masih banyak menghadapi kendala saat melakukan sosialisasi JPH di lapangan. Banyak pengusaha yang belum menyertifikasi produknya.

Masyarakat konsumen juga masih banyak yang berani makan di restoran yang belum memiliki sertifikasi halal. Padahal, belum jelas makanannya halal atau tidak. Restoran di Jakarta baru puluhan yang sudah halal.

Sementara restoran di Jakarta banyak. Teruatama restoran lokal. Ia mengungkapkan, memang semua yang terkait industri halal sedang berbenah meski belum merata. Pemda dan Badan POM sudah mau memberikan sertifikasi. Hanya saja antara masing-masing kementrian belum bersatu. "Di Malaysia cuma satu lembaga halal, tapi pemerintah sangat mendukungnya," jelasnya.

Ia mengatakan, di Thailand yang bukan negara Islam tapi produk halalnya jauh lebih tinggi dibandingkan Indonesia dan Malaysia. Ia menegaskan, pemerintah harus lebih serius lagi menegakan UU JPH. Lembaga halal mau dibentuk seperti apa supaya masyarakat tidak bingung.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement