REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Apa jadinya ketika sendra tari dari dua kutub budaya yang berbeda berfusi menjadi satu? Pertunjukkan balet The National Ballet of China beberapa waktu lalu menjadi salah satu jawaban terbaiknya. Barat dan Timur menjadi satu di atas pentas tanpa menghilangkan kekhasan satu sama lain.
Balet selama ini identik dengan berbagai atribut sebagai hasil kebudayaan barat. Seni tari yang memadukan gerak tari, musik dan cerita di dalamnya. Semua berbalut dengan berbagai atribut budaya barat. Mulai dari pakaian yang dikenakan, musik yang mengiringi dan cerita yang dibawakan.
Di belahan bumi yang lain, Tiongkok memiliki seni pertunjukkan serupa yang populer dengan sebutan Opera Cina. Seperti balet, semua unsur pertunjukkan yang terdapat pada opera ini sarat dengan budaya Tiongkok.
Pertunjukkan ballet Rise the Red Lantern pekan ini di Jakarta membawakan kisah yang diadaptasi dari film karya sineas Tiongkok, Zhang Yimou, dengan judul yang sama. Menggunakan kostum dan tata rias yang khas pertunjukan Opera Cina. Musik pengiring menggunakan instrumen musik klasik diiringi sesekali alat musik tradisional pengiring Opera Cina. Namun semuanya berada dalam bingkai tata gerak seni balet.
Diwarnai tata artistik dan musik yang apik. Pagelaran ini memanjakan pandangan mata penonton dengan sajian tata cahaya yang indah. Pertunjukkan ini sukses melanglangbuana dan telah dipentaskan ratusan kali. Menjadikan pertunjukan-pertunjukan The National Ballet of China diakui dunia.