Kamis 19 Jan 2017 03:18 WIB

Normalisasi Sungai Bisa Kurangi Bencana di Bima

Rep: Muhammad Nursyamsyi/ Red: Budi Raharjo
Banjir susulan kembali melanda Kota Bima akibat hujan deras dan meluapnya sungai Padolo pada Jumat (13/1). Sejumlah warga mengungsi ke masjid.
Foto: Foto: Rangga Komunitas Babuju
Banjir susulan kembali melanda Kota Bima akibat hujan deras dan meluapnya sungai Padolo pada Jumat (13/1). Sejumlah warga mengungsi ke masjid.

REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono mengunjungi Kota Bima pada Rabu (18/1). Ia mengarahkan agar sistem penyediaan air minum (SPAM) menjadi prioritas untuk diatasi.

"Lakukan pendataan terhadap sumber air yang bisa dimanfaatkan. Kita juga harus memanfaatkan momentum ini untuk segera melaksanakan relokasi warga yang bermukim di bantaran sungai," katanya dalam keterangan tertulis yang diterima Republika di Mataram, NTB, Rabu (18/1).

Dia menjelaskan, saat ini upaya normalisasi sungai pasti akan didukung oleh hampir semua masyarakat yang telah merasakan dampak banjir. Upaya pengurangan risiko bencana melalui pembangunan infrastruktur juga akan diupayakan dengan membangun bendungan di Kendo dan Busu. Rencana ini akan dilanjutkan dengan studi dan analisis kelaikan.

Terkait rencana kebutuhan rehabilitasi dan rekonstruksi sektor permukiman dan infrastruktur, Kementerian PUPR, lanjutnya, juga akan mempelajari lebih lanjut untuk menetapkan skala prioritas dan alokasi anggaran. Hal ini merupakan arahan Wakil Presiden Jusuf Kalla saat berkunjung ke Kota Bima, di mana normalisasi sungai di wilayah Kota Bima harus segera dilaksanakan sebagai bagian dari upaya pengurangan risiko bencana banjir.

Langkah awal tentunya dengan relokasi warga yang bermukim di bantaran sungai. Wali Kota Bima M Qurais H Abidin mengatakan, jumlah hunian pada bantaran sungai di Kota Bima yang terdata adalah 1.063 unit rumah. "Kebutuhan lahan untuk relokasi diperkirakan 80 meter persegi per unit rumah, sehingga untuk 1.063 unit rumah dibutuhkan lahan seluas 12,15 hektar," ucapnya.

Ia menjelaskan, Pemerintah Kota Bima mengajukan empat alternatif lokasi yaitu di Kelurahan Jatiwangi  Lingkungan Tolotongga Nggaro TE seluas 15 hektare (ha), Kelurahan Rabadompu Timur Lingkungan Nggaro Bae seluas 7 tujuh ha, Kelurahan Manggemaci Lingkungan Doro Bedi seluas 2,9 ha, dan Kelurahan Panggi Lingkungan Oi Si’i seluas tiga ha.

Selain relokasi dan normalisasi sungai, lanjutnya, juga dibahas kebutuhan rehabilitasi dan rekonstruksi sektor permukiman dan infrastruktur. "Total rencana kebutuhan sektor infrastruktur adalah Rp 991.531.767.500 mencakup transportasi, air dan sanitasi, sumberdaya air dan telekomunikasi," paparnya.

Sementara total rencana kebutuhan sektor permukiman ialah Rp 284.705.134.464 mencakup perumahan dan prasarana lingkungan. Ia menerangkan, angka ini merupakan hasil pembaruan pada Rabh (18/1) pagi berdasarkan assesment tim gabungan yang melibatkan Pemerintah Daerah Kota Bima, Pemerintah Provinsi NTB serta BNPB.

Dalam rapat ini juga dihadiri Dirjen Cipta Karya Andreas Suhono, Dirjen Sumberdaya Air Mudjiadi, Kepala Balai Wilayah Sungai (BWS) Nusa Tenggara 1 Asdin Julaidy, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Wedha Magma Ardhi, Kepala Dinas Perumahan dan Pemukiman I Gusti Bagus Sugiartha, serta Kabid Rehabilitasi dan Rekonstruksi BPBD Ahmadi.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement