REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih mempertanyakan proses perizinan bagi PT Freeport Indonesia terkait ekspor konsentrat barang tambang. Perubahan status dari kontrak karya ke Izin Usaha Pertambangan Khusus (IPUK) membuat Freeport bisa mengekspor konsentrat.
Ia meminta Freeport menaati Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017. Hingga kini, Freeport diketahui belum menyelesaikan pembangunan pabrik pemurnian mineral atau smelter seperti yang diwajibkan pemerintah.
"Freeport kemarin menyatakan betul ingin membangun smelter di Gresik, tapi sampai 12 Januari (2017) itu nol pembangunannya," kata politisi partai Golkar ini, di Jakarta, Senin (30/1).
Ia berharap dilibatkan dalam tim pengawas yang rencananya dibentuk pemerintah. Tim tersebut akan memantau perkembangan pembangunan smelter setiap enam bulan. "Kami dari dapil Gresik, jangan sampai kami dibohongi lagi, jadi kalau ada pengawas, saya ingin Dapil diikuti," ujar Eni.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengatakan pemerintah akan menerbitkan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sementara bagi Freeport demi kepentingan perusahaan tersebut dalam mengekspor hasil tambang (konsentrat). Freeport diketahui sudah mengajukan permohonan perubahan status tersebut.
Jonan menuturkan jika pengurusan IUPK sementara rampung dalam satu atau dua hari, secepatnya pemerintah mengeluarkan izin ekspor konsentrat bagi Freeport. Durasi izin sementara tersebut paling lama enam bulan untuk diubah menjadi IUPK permanen.
Jonan membantah ada ancaman dari Freeport hingga pemerintah berencana mengeluarkan IUPK sementara. Dalam Permen 5 Tahun 2017, bagi perusahaan tambang yang akan mengekspor konsentrat wajib mengubah status dari Kontrak Karya menjadi IUPK.