Jumat 24 Mar 2017 14:14 WIB

Temui Menkeu dan Gubernur BI, S&P Inginkan Ini dari Pemerintah RI

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nidia Zuraya
Standard & Poor’s
Standard & Poor’s

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga pemeringkat investasi skala internasional, Standard and Poor's (S&P) melakukan pertemuan dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo pada Jumat (24/3).

S&P meminta penjelasan dan paparan dari pemerintah dan BI terkait sejumlah kebijakan moneter dan fiskal yang dilakukan sepanjang tahun lalu hingga saat ini. Penilaian yang dilakukan lembaga pemeringkat tersebut akan menentukan apakah Indonesia naik level ke investment grade pada rilis rating S&P pertengahan 2017 ini.  

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Suahasil Nazara menjelaskan, pihak S&P tertarik untuk menggali lebih dalam tentang kebijakan fiskal, pembangunan infrastruktur, dan skema pembiayaan pembangunan infrastruktur di Indonesia. Soal pembangunan infrastruktur didalami karena tak bisa dielakkan target ambisius pemerintah ini membutuhkan dana yang tidak sedikit.

"Kita jelaskan pembiayaan yang dari APBN, BUMN, atau PPP (kerja sama pemerintah dan swasta). Kita jelaskan pembiayaan infarstruktur tak hanya dari APBN, namun juga dari swasta termasuk dengan penjaminan dari pemerintah," jelas Suahasil di Kementerian Keuangan, Jumat (24/3).

Suahasil menambahkan, sebetulnya dalam skema PPP pun ada kewajiban yang harus ditanggung pemerintah untuk menjamin berjalannya proyek di masa yang akan datang melalui contingent liabilities. Menurutnya, nilai contingent liabilities sebesar 3-4 persen, masih tergolong rendah dibandingkan dengan rasio utang Indonesia yang masih terjaga di level 28 persen.

Ia melanjutkan, peningkatan rating S&P ditunggu-tunggu untuk melengkapi perbaikan rating dari lembaga pemeringkat lainnya. S&P sendiri masih memberi peringkat Indonesia di level BB+ atau di bawah investment grade.

Sementara lembaga pemeringkat lain seperti Fitch Ratings dan Moody's telah memberikan peringkat investment grade ke Indonesia, sekaligus merevisi outlook dari stable menjadi positive. Peringkat terbaru, Indonesia juga mendapat peringkat dari Japan Credit Rating Agency (JCRA), yakni dari stable menjadi positive.

"Beberapa yang dari Jepang, juga naruh kita di investment grade bahkan ada yang taruh di positive. Jadi yang masih ketinggalan ya S&P," katanya.

Tahun ini Indonesia tengah menunggu pengumuman dari S&P pada pertengahan Mei hingga Juni mendatang. Jika rating-nya naik, maka ada harapan bagi kenaikan kinerja indeks di bursa saham serta pertumbuhan ekonomi.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement