Selasa 30 May 2017 11:44 WIB

Agus: Sejak 2012 BI Sudah Siap Jalankan Redenominasi Rupiah

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Nidia Zuraya
Redenominasi
Foto: bank indonesia
Redenominasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) menyatakan sudah siap menjalankan kebijakan redenominasi atau penyederhanaan mata uang rupiah. Diharapkan, Rancangan Undang-Undang (RUU) redenominasi bisa masuk prolegnas agar dapat segera dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). 

Gubernur BI Agus Martowardojo mengungkapkan,  bank sentral sudah mengajukan RUU redenominasi sejak tahun lalu agar dibahas dalam prolegnas tahun ini. Hanya saja, prolegnas di sepanjang 2017 fokus pada undang-undang terkait penerimaan negara, sehingga RUU penyederhaan mata uang belum terpilih. 

Bila ada kesempatan memasukkan RUU tersebut ke prolegnas tahun ini, kata Agus, tentu BI tidak akan melewatkan kesempatan itu. "Kami berharap DPR bisa mempertimbangkan pembahasan RUU redenominasi karena di dalamnya hanya memuat 18 pasal," jelasnya, saat ditemui di acara buka puasa bersama di Gedung BI, Jakarta, Senin (29/5). 

Menurutnya, penyampaian RUU redenominasi tergantung kepada Menteri Hukum dan HAM serta menteri Keuangan. "Saat ini perekonomian Indonesia sudah tepat untuk menerapkan redenominasi, inflasi kita rendah dengan pertumbuhan ekonomi membaik pada kuartal pertama 2017 mencapai lima persen year on year (yoy)," tutur Agus. 

Bagi BI, kebijakan redenominasi rupiah sangat baik terutama bagi reputasi ekonomi Indonesia dan meningkatkan efisiensi. Agus pun menegaskan, redenominasi bukan sanering atau pemotongan daya beli masyarakat melalui pemotongan nilai uang, maka masyarakat tidak perlu khawatir.

Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter (DKEM) BI Dody Budi Waluyo menambahkan, bank sentral telah mengkaji kebijakan redenominasi mata uang sejak 2012. Bahkan, sekitar dua tahun lalu sebenarnya sudah pernah masuk prolegnas. 

"Kami menunggu DPR membahas RUU redenominasi karena sebenarnya kebijakan ini merupakan inisiatif DPR. BI hanya tinggal menjalankan," ujarnya kepada wartawan di Gedung BI, Jakarta. 

Ia menjelaskan, redenominasi mata uang merupakan kebijakan bagus. Pasalnya nilai tukar rupiah akan menjadi lebih kecil penyebutannya namun tidak mengubah nilai nominalnya. "Misalnya satu dolar AS kan sekitar Rp 13 ribu, akan lebih enak kalau disebut Rp 130. Kalau angkanya lebih kecil, kepercayaan diri kita akan jadi lebih baik," tutur Dody. 

Bila RUU redenominasi disahkan nantinya, BI kemudian akan menjalankannya secara paralel. Jadi akan ada uang beredar, yaitu rupiah lama sebelum disederhanakan dan rupiah baru setelah diredenominasi. Masyarakat bisa memilih dan secara alami uang lama akan hilang tanpa harus ditarik oleh BI. 

Dody menambahkan, masa transisi bisa berkisar antara enam sampai tujuh tahun. Hal itu tergantung masyarakat Indonesia yang heterogen. "Dalam penerapan redenominasi, kita mencontoh negara lain yang berhasil menerapkannya tanpa ada gejolak seperti di Turki. Kuncinya ekonomi stabil dan inflasi rendah," ujarnya. 

Dody menjelaskan, redenominasi mata uang akan diberlakukan dengan menghilangkan tiga desimal. Contohnya Rp 1.000 menjadi Rp 1 atau Rp 12.500 menjadi Rp 12,5. "Maka nanti kita bisa mengenal uang sen lagi, di negara-negara maju uang sen masih digunakan lho," kata Dody.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement