Masjid Heran, Masjid Tertua di Mataram

Rep: Muhammad Nursyamsyi/ Red: Didi Purwadi

Rabu 07 Jun 2017 19:19 WIB

Umat Muslim di Mataram, Nusa Tenggara Barat.   (ilustrasi) Foto: Republika/Eka Ramdani Umat Muslim di Mataram, Nusa Tenggara Barat. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Lombok dikenal dengan sebutan Pulau Seribu Masjid. Julukan ini tercipta lantaran banyaknya masjid-masjid yang ada di sini. Bahkan, dalam satu kampung terkadang memiliki jumlah masjid lebih dari satu, yang berlokasi sangat berdekatan, hingga tak jarang saling berhadapan.

Kepala Dinas Pariwisata NTB, Lalu Muhammad Faozal mengatakan, tradisi membangun masjid sudah mendarahdaging bagi masyarakat Lombok. "Malu rasanya jika melihat masjid di sekitar kurang bagus. Makanya warga pada gotong royong saat mendirikan masjid," ucap Faozal.

Dari sekian banyak masjid, terdapat satu masjid yang menyimpan sejarah tentang awal mula perkembangan Islam di Tanah Sasak ini. Masjid tersebut adalah Masjid Ar Raisiyah yang terletak di Kampung Sekarbela, Kelurahan Karang Pule, Kecamatan Sekarbela, Kota Mataram, NTB. Lokasi masjid ini berada di dalam kampung tepat di sentra penjualan mutiara yang menjadi citra bagi Sekarbela.

Jalan masuk menuju masjid ini terdiri atas empat arah, di mana masing-masing memiliki jarak tempuh yang serupa yakni sekitar 150 meter. Untuk tiba di masjid ini, pengunjung yang membawa kendaraan roda empat harus memarkirkan kendaraan di pinggir jalan utama, lantaran gang masuk menuju masjid ini hanya bisa dilalui dengan kendaraan roda dua.

Jika kesulitan menemukan masjid ini, tanya saja kepada warga sekitar keberadaan Masjid Bengak tersebut. Yap, warga sekitar lebih familiar dengan menyebut masjid dengan sebutan Masjid Bengak. Dalam bahasa Sasak, Bengak memiliki arti heran.

Masjid Heran

Seorang pengurus masjid, Saiful Haq, mengatakan, masjid ini merupakan peninggalan tokoh Islam ternama yang hidup pada abad ke-18 bernama Gaus Abdul Razak, penyebar ajaran Islam dari tanah Jawa.

Saat itu, Pulau Lombok masih kuasai Kerajaan Hindu. Dengan material seadanya, Gaus Abdul Razak bersama para muridnya mendirikan masjid dengan material berupa kayu merbau atau ipil yang berusia sekitar 100 tahun serta atap yang terbuat dari alang-alang.

Saiful menjelaskan, hingga sekarang, kayu setinggi 20 meter yang dicat hitam dan diukir dengan ayat Alquran surat Al-Jumah masih ada sebagai pengingat akan sejarah masjid.

Mengenai penyebutan kata Bengak, Saiful menerangkan. Masyarakat sekitar heran dengan munculnya mata air yang berada tepat di depan masjid. "Karena biasanya mata air adanya di pinggir pegunungan atau pinggir kali, ini tiba-tiba ada di tengah kampung," ujar Saiful saat berbincang dengan Republika.co.id.

Saat renovasi terakhir pada 2002, ketika sedang menggali, masyarakat juga dikejutkan dengan munculnya air di seluruh galian sehingga terkesan masjid berada pada posisi terapung di atas air. Keberadaan mata air itu terbukti dengan adanya dua kolam berukuran 5 x 15 meter dengan kedalaman lebih kurang 1,5 meter.

Penamaan Masjid Ar Raisiyah diberikan sebagai penghargaan atas upaya tokoh agama, Tuan Guru Haji Muhammad Rais yang merenovasi masjid dan mengembangkannya pada masa-masa terdahulu. "Jadi orang bilangnya Masjid Bengak Ar Raisiyah," ungkap Saiful.

Terpopuler