Oleh: H. Khumaini Rosadi, SQ., M.Pd.I
REPUBLIKA.CO.ID, ROMA -- Jangan dikira Eropa itu serba mewah dan elegan. Buktinya banyak juga di negara-negara Eropa yang suka barang-barang bekas.
Orang indonesia ada yang menyebutnya barang loak, ada yang menyebutnya cakar, ada yang menyebutnya barang sisa ekspor, dan sebagainya. Apapun itu sebutannya, judulnya barang bekas.
Ketika saya ke Belanda tahun lalu, ada juga pasar yang menyediakan barang-barang bekas, namanya pasar beverwijk. Di Roma ternyata ada juga barang bekas yang dijajakan di pinggiran jalan menuju masjid Roma. Barang-barang yang dijual pun beragam.
Dari mulai baterai laptop, entah itu hasil curian atau bekas laptop yng rusak. Sampai panci presto pun ada. Dan tidak ada jaminan juga barangnya masih bagus atau tidak. Kalau masih bagus untung kalau rusak, yah namanya juga barang bekas.
Harap maklum. Masalah harga memang bisa ditawar semurah mungkin sesuai dengan keadaan kantong. Kalau uang cukup, bisa dapat barang yang diinginkan, kalau kurang budgetnya, cukup mengincar dan booking saja. Maka minggu depan akan disediakan kembali.
Bukan hanya barang-barang elektronik yang ditawarkan di sepanjang jalan menuju Masjid besar di Roma ini. Berbagi makanan khas pun dijual. Dari yang mentah sampai yang sudah matang.
Ibaratnya seperti pasar malam, di Indonesia, semua serba ada. Bahkan sampai daging frozen pun dijual di sana. Ini peluang bisnis atau mungkin kesempatan berharga bagi para penjual untuk menjajakan segala macam barang dagangannya. Termasuk kulinernya, ketika orng-orang capek muter-muter mencari barang bekas, pastiny butuh mkan dan minum.
Penjualnya pun beragam kulit, dari yang hitam sampai yang putih. Ada yang dari Afrika biasanya berkulit gelap, juga ada yang berkulit putih berambut pirang biasanya berasal dari rumania. Kata Taufik, chef dan assisten rumah tangga dari wakil kedubes RI di Roma, pak Des Alwi.
Untuk sampai ke pasar barang bekas ini, kami menempuh dengan mengendarai metro bawah tanah. Dari stasiun Barberini, spagna, dan Flaminio, kami berhenti di sini. Lanjut lagi pindah ke kereta yang melewati empat stasiun, dan berhenti di campi sportiva, karena di stasiun ini dekat dengan gelanggang olahraga.
Dari sini kami jalan sekitar 2 km untuk sampai ke masjid. Di sepanjang jalan inilah pasar barang-barang bekas itu mengampar di pinggir jalan. Ada yang suka berteduh, dan tidak masalah juga bagi mereka berdagang di bawah terik matahari menyengat.
Mungkin itu yang mereka sukai. Biasanya orang bule suka sekali dengan panasnya sinar matahari. Untuk menghitamkan kulitnya. Mungkin.
*Dai Ambassador Cordofa 2017, Tidim LDNU, Penulis Buku: Amroden Belbre; Perjalanan Dakwah 45 hari di Eropa
Fathul Khoir; Metode Mudah Memahami Ilmu Tajwid