Jumat 21 Jul 2017 20:18 WIB

Penurunan Daya Beli Masyarakat Hanya Sementara

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Nidia Zuraya
Konsumen tengah membeli televisi (Ilustrasi).
Foto: Reuters
Konsumen tengah membeli televisi (Ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Daya beli masyarakat yang menurun pada paruh pertama 2017 ini diperkirakan hanya sementara.

Ekonom Bank Permata Josua Pardede menjelaskan, tren stagnansi atau pelemahan daya beli masyarakat masih terjadi. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) menurun pada Juni 2017 menjadi sebesar 122,4 atau turun 3,5 poin dari Mei 2017.

"IKK Juni turun, porsi pendapatan masyarakat pada tabungan juga naik. ada perubahan pola konsumsi masyarakat, mereka lebih nabung atau tunda konsumsi," kata Josua, Jumat (21/7).

Selain itu, tren pendapatan riil buruh cenderung turun, penciptaan lapangan kerja belum optimal, sehingga mengakibatkan pendapatan yang diterima turun dan masyarakat cenderung berhemat. Penjualan ritel juga turun signifikan dibandingkan periode lebaran tahun sebelumnya.

Meskipun hal tersebut perlu diwaspadai, namun melihat ekspektasi Bank Indonesia mengenai pertumbuhan ekonomi, ia meyakini konsumsi rumah tangga masih positif. Dengan Bank Indonesia (BI) menargetkan pertumbuhan ekonomi di kisaran 5,1 persen, maka bank sentral telah memperkirakan konsumsi rumah tangga akan tumbuh sebesar 5,0 persen pada kuartal II 2017.

"Mudah-mudahan ini bersifat temporer, ada bantuan sosial dan kenaikan anggaran desa yang diharapkan jadi obat, dan dapat mendongkrak lagi daya beli masyarakat," jelas Josua.

Dengan adanya kenaikan anggaran desa diharapkan ada terciptanya lapangan kerja sehingga pendapatan riil meningkat dan akan mendorong peningkatan konsumsi ke depannya. Di sisi lain batas penyesuaian Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP) berdasarkan Upah Minimum Provinsi (UMP) juga akan mendorong daya beli masyarakat yang tentunya berbeda di masing-masing provinsi.

Selain mendorong daya beli masyarakat, lanjut Josua, ia berharap inflasi juga dapat dikendalikan hingga akhir tahun.

"Ke depan tidak ada kenaikan listrik dan tidak ada kenaikan BBM dan LPG, kita harap risiko inflasi dari sisi suplai ditunda, sehingga bisa jaga daya beli masyarakat," katanya.

Sebelumnya Bank Indonesia (BI) memprediksi pertumbuhan ekonomi pada semester kedua 2017 akan tumbuh pada kisaran target 5,0-5,4 persen. Sejumlah risiko yang dapat berdampak pada prospek pertumbuhan ekonomi perlu tetap diwaspadai, terutama terkait dengan belum kuatnya permintaan domestik sejalan dengan masih berlanjutnya proses konsolidasi korporasi dan perbankan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement