Selasa 21 Nov 2017 06:36 WIB

Siput Diyakini Bisa Tingkatkan Hasil Panen Padi

Rep: Eric Iskandarsjah/ Red: Dwi Murdaningsih
Panen raya padi dan ikan di Kwarasan.
Foto: Dokumen
Panen raya padi dan ikan di Kwarasan.

REPUBLIKA.CO.ID,  BANTUL -- Ahli pertanian dari Jepang Satoru Sato menyarankan agar petani di Indonesia menggunakan hewan atau segala sesuatu yang berasal dari alam seperti siput untuk mengurangi hama. Penggunaan pestisida yang tidak terkontrol menyebabkan penurunan hasil panen.

Dosen Yamagata University, Jepang dalam kuliah umum yang bertajuk Current Situationand Future Prospect of Agriculture in Japan : From an Ecologist Point of View, Senin (20/11) menuturkan solusi yang diberikannya tersebut juga merupakan hasil dari penelitian yang telah dilakukannya di Jepang. Penelitian menunjukan bahwasanya lahan pertanian padi yang di dalamnya terdapat siput mempunyai kondisi tanah yang cukup subur dan kondisi air yang bersih, dibandingkan dengan lahan yang tidak terdapat siput di dalamnya.

"Salah satu yang menjadi kendala mengapa jumlah petani di Indonesia ini menurun, saya kira ini dikarenakan penghasilan yang didapatkan dari bertani tidaklah banyak. Sama seperti di Jepang, penurunan jumlah petani salah satunya juga karena hasil yang didapatkan dari bertani tidak cukup. Karena itu saya menawarkan sebuah solusi yakni dengan penggunaan siput dalam proses pertanian, salah satunya pertanian padi," kata Prof. Satoru.

Kondisi tanah yang tidak ada siput di dalamnya, kata dia, memiliki karakteristik yang kurang baik dan terdapat lumut pada kondisi airnya. Sedangkan kondisi tanaman padi yang ditemani siput, sangat terlihat berbeda dari mulai warna daun yang lebih segar hingga biji padi yang lebih rimbun. "Hasil pertaniannya juga lebih meningkat walaupun belum memenuhi target konsumsi yang dibutuhkan," ujarnya.

Ia juga mengatakan bahwa dirinya sempat mengunjungi beberapa petani di Indonesia. Dari kunjungannya Prof. Satoru menyimpulkan bahwa bertani menggunakan teknik organik mampu mengubah kehidupan para petani tersebut. Ternyata, lanjut dia, hasil dari penerapan teknik ini memiliki kesamaan dengan Indonesia. Sama-sama bisa mengubah kehidupan dari petani.

Akan tetapi diakui Satoru, untuk menarik minat para petani agar berganti ke teknik ini tidaklah mudah. Petani akan percaya bila dapat melihat proses bertani dengan penggunaan siput tersebut secara langsung, karena tidak mau menanggung kerugian. "Yang bisa dilakukan adalah memberikan sosialisasi kepada para petani tentang hasil dari penelitian ini, sehingga masyarakat bisa sedikit demi sedikit beralih kepada teknik bertani organik," ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement