REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Banyaknya kebijakan impor bahan pangan, padahal potensi laut dan pertanian besar, serta semakin banyaknya sumber daya genetik di Indonesia yang hilang, mendorong Komite II Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI untuk menginisasi Rancangan Undang-Undang (RUU) Kedaulatan Pangan dan RUU Pelestarian dan Pemanfaatan Sumber Daya Genetik.
"Untuk itu, dalam kunjungan kerja ke Yogyakarta, kami ingin menginventarisasi masalah dan mencari masukan terkait RUU tersebut," kata pimpinan rombongan Komite II DPD RI, Aji Muhammad Mirza Wardana, di Gedhong Pracimosono, Senin (9/4). Mereka diterima oleh Sekda DIY Gatot Saptadi yang mewakili Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X, dan GKR Hemas.
Menurut dia, banyaknya sumber daya genetik (SDG), atau tanaman yang dapat mendukung pemenuhan kebutuhan pangan, yang hilang ini misalnya kayu ulin yang berasal dari Kalimantan. "Karena daerah yang mempunyai sumber daya genetik, kami mendorong daerah memiliki kebun SDG," katanya.
Aji mengakui dalam kunjungan kerja ke Pemda DIY, banyak masukan yang diperoleh. Seperti halnya agar di wilayah (kabupaten/kota) didorong ada kebun SDG yang pemanfaatannya lebih luas lagi sebagai bahan studi pangan sumber pemuliaan. Ini agar tidak semakin banyak SDG yang punah.
Di samping itu, lanjutnya, lumbung mataraman di Yogyakarta yang merupakan suatu aktivitas yang dikelola rumah tangga untuk menyiapkan sumber pangan potein vitamin dan mineral yang berkelanjutan untuk penyediaan pangan rumah tangga sebagaimana disampaikan Kepala Badan Ketahanan Pangan DIY Arofa Noor Indriani.
Pada kesempatan ini, Endang dari Dinas Kesehatan DIY mengharapkan dalam RUU Kedaulatan Pangan tidak hanya terkait dengan produksi sendiri, dikelola sendiri, dikonsumsi sendiri, serta tidak sebatas mampu mandiri di bidang pangan.
"Harapan kami kedaulatan pangan itu juga mampu menyelesaikan permasalahan kesehatan dan gizi yang sebetulnya permasalahannya erat hubungannya dengan kualitas sumber daya manusia," ujar dia.
Endang mengungkapkan di DIY ada sekitar 19,8 persen kasus stunting (38 ribu anak kategori pendek). Untuk menangani stunting ini tidak hanya dari Dinas Kesehatan. Ia menuturkan, kasus stunting yang terkait dengan kesehatan ini hanya sekitar 20 persen, sehingga perlu keterlibatan dari SKPD lainnya.