REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kitab Risalah Al-Mu’awwanah disusun oleh seorang sosok yang kehilangan pancaindranya sejak ia berumur empat tahun. Tak heran jika kemudian kitab Risalah Al-Mu’awwanah memikat hati ulama secara luas sampai mendorong sebagaian kalangan untuk menerjemahkannya. Kitab ini sudah disalin ke beberapa bahasa, antara lain Indonesia, Melayu, dan Inggris.
Terjemahan bahasa Melayu paling masyhur adalah karya Al-Habib Sayyid Ahmad Semait yang diberi tajuk Petunjuk Thariqat ke Jalan Akhirat. Sedangkan, Dr Muhammad Badawi mengalihbahasakan Risalah Al-Mu’awwanah ke bahasa Inggris dengan judul The Book of Asisstance.
Terdapat terjemahan Melayu yang ditulis dengan bahasa Jawi berupa ringkasan dan dilengkapi sejumlah tambahan yang berfaedah, seperti yang dilakukan oleh salah seorang ulama Melayu, Tuan Guru Haji Idris Al-Khayyat bin Haji Wan Ali Bakum Tok Jum Al-Fathani, yang konon pernah mengajar di Masjid Al-Haram. Kitab terjemahan berbahasa Melayu Jawi tersebut diberi judul Tsamar Al-Jannah fi Tarjamah Risalah Al-Mu’awanah.
Di Indonesia, kitab Risalah Al-Mu’awwanah juga masyhur di kalangan penuntut ilmu, baik di lembaga-lembaga pendidikan formal, seperti pondok pesantren, maupun lembaga nonformal, contohnya majelis-majelis taklim, terutama majelis pengajian yang dibina oleh para habib.
Bahkan, di sebagian pesantren salaf tradisional, selain dikategorikan sebagai kurikulum bidang studi tasawuf, risalat kerap dimasukkan dalam bacaan wajib ngaji posoan (tradisi mengaji kitab kuning yang ditargetkan khatam [tamat, selesai] selama bulan Ramadhan). Wa Allahu A’lam.