REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bertanyalah kepada mereka yang menuntut ilmu di pondok pesantren. Hampir semua pasti pernah mendengar dan mempelajari kitab Al-Hikam. Buku tasawuf karya Ibnu Atha'illah as-Sakandari, seorang ''master'' (syekh) besar ketiga di lingkungan tarekat sufi Syadziliyah. Kitab ini menjadi bacaan utama di hampir seluruh pesantren di Nusantara.
Mengapa kitab ini begitu populer?
Menurut Pengasuh Pondok Pesantren Abul Yatama Az-Zikra, Depok, Jawa Barat, Ustaz Muhammad Muslih, kitab Al-Hikam sarat dengan berbagai nasehat tentang kehidupan yang sangat berguna bagi setiap Muslim.
''Kitab ini merupakan referensi yang sangat penting, karena bertabur hikmah dan nasehat untuk meraih kehidupan yang indah dan bahagia di dunia dan akhirat. Kitab ini banyak mengajarkan mahabbah (cinta) kepada Allah dan meninggalkan ikatan dunia, sehingga manusia tidak tertipu oleh dunia yang sifatnya fana,'' kata Ustadz Muslih kepada Republika.
Salah satu ajaran terpenting yang terkandung dalam kitab Al-Hikam, kata Ustadz Muslih, adalah pentingnya berzikir (mengingat Allah). Bahkan, kalau tidak bisa khusyuk, zikir hendaknya tetap dilaksanakan.
Ia mengatakan, ''Jangan meninggalkan zikir lantaran hatimu tidak bisa berkonsentrasi (khusyuk) kepada Allah. Sebab kelalaianmu terhadap Allah ketika tidak berzikir lebih buruk daripada kelalaianmu saat berzikir. Semoga Allah berkenan mengangkat derajatmu dari dzikir yang penuh dengan kelalaian menuju dzikir yang penuh dengan kesadaran (ingat kepada Allah); dan dari dzikir yang penuh dengan kesadaran menuju dzikir yang disemangati oleh kehadiran-Nya. Juga dari dzikir yang disemangati oleh kehadiran-Nya menuju dzikir yang meniadakan segala sesuatu selain-Nya. Dan yang demikian itu bagi Allah bukanlah merupakan sesuatu yang sulit.''
''Nasehat tersebut merupakan penyejuk jiwa dan membangkitkan semangat kaum Muslimin untuk selalu berzikir,'' tegas Ustaz Muslih. Ia mengatakan, tak ada alasan bagi seorang Muslim untuk meninggalkan zikir, bahkan saat sulit berkonsentasi dalam berzikir sekalipun.
Di mata Ustaz Sya'roni N A SAg, pengasuh Pondok Pesantren Sa'id Yusuf, Parungbingung, Depok, kitab Al-Hikam merupakan buku yang sangat bagus.
''Buku ini sangat baik untuk dipelajari dan dikaji, tidak hanya oleh kalangan santri. Mereka yang bukan santri pun perlu sekali mempelajari dan mengkaji buku ini. Misalnya pejabat, pengusaha, wartawan dan kaum Muslimin pada umumnya,'' kata Ustaz Sya'roni.
Ia beralasan, kandungan utama buku ini adalah tentang pembersihan jiwa dan mahabbah (cinta) kepada Allah. ''Semua orang memerlukan pembersihan jiwa maupun mahabbah kepada Allah. Karena itulah, kitab Al-Hikam sangat diperlukan oleh setiap Muslim,'' ujarnya.
Ustaz Syar'roni mengaku punya pengalaman pribadi berkait dengan kitab Al-Hikam ini. Setelah membaca dan mengkaji kitab tersebut, barulah ia menyadari banyak sekali kekurangan dalam jiwanya yang perlu diperbaiki.
''Kitab Al-Hikam bukan untuk dibaca sambil lalu, melainkan untuk dibaca dan dikaji berulang-ulang, agar kita betul-betul bisa memetik untaian mutiara hikmah yang terkandung di dalamnya,'' tandasnya.
Pengasuh Pondok Pesantren Darussalam, Indramayu, Jawa Barat, KH Masyuhri Baewdlowi MA mengungkapkan, Al-Hikam, sebagai kitab tasawuf mengajak para pembacanya untuk meninggalkan kecintaan kepada dunia (hubbuddunya) menuju kecintaan kepada Allah.
''Kitab Al-Hikam memberikan petuah dan bimbingan agar kita bergeming dari berbagai godaan di dunia, dan tak mau terjebak dalam kehidupan berbalut syahwat di alam fana. Dengan demikian, kita akan sampai kepada puncak kemenangan, yakni menghadap Allah Sang Khalik yang Mahakekal,'' papar KH Masyhuri Baedlowi.
Ia menambahkan, orang yang menghindari dunia atau meninggalkan cinta dunia, hidupnya akan selamat. Sebaliknya, orang yang hidupnya disibukkan oleh urusan dunia, niscaya tidak bahagia. Bukankah sering dikatakan, banyak orang yang terjatuh ke dalam kesengsaraan karena tiga ta, yakni harta, tahta dan wanita?'' tandas KH Masyhuri.
Sangat relevan
Meskipun kitab Al-Hikam sudah berumur lebih tujuh abad lamanya, namun sampai kini kitab tersebut masih relevan untuk dipelajari. Bahkan, lebih dari itu, kitab ini sangat penting dipelajari sekarang ini di saat banyak timbul kegersangan hati pada pencipta.
''Kitab Al-Hikam tetap relevan dari dulu, kini bahkan untuk nanti, karena selalu sesuai dengan keadaan zaman. Kitab ini tetap perlu dibaca dan dikaji dari oleh kaum Muslimin dari masa ke masa, hingga hari Kiamat nanti,'' tutur Ustaz Sya'roni.
Hal senada diungkapkan oleh Ustaz Muslih. ''Kitab Al-Hikam tetap relevan untuk
dibaca oleh kaum Muslimin di zaman modern ini. Justru masyarakat modern sangat perlu membaca kitab ini untuk menyirami hati yang gersang oleh kerasnya kehidupan dan derasnya godaan dunia,'' papar Ustadz Muslih.
Menurutnya, kitab Al-Hikam yang lebih banyak menguraikan jalan hidup tasawuf sangat penting dibaca dan dikaji kaum Muslimin yang hidup di abad teknologi dan informasi ini.
''Membaca dan mengkaji Al-Hikam dapat membangkitkan selera ibadah makin kencang dengan orientasi hanya kepada Allah semata-mata,'' tandas Ustadz Muslih.
KH Masyhuri menegaskan, tidak ada ilmu yang tidak bermanfaat. Begitu pula ilmu tasawuf. ''Sebagai buku tasawuf, kitab Al-Hikam begitu banyak manfaatnya. Seperti halnya kitab Ihya 'Ulumuddin karya Imam Ghazali yang juga terus dibaca dan dikaji orang berabad-abad lamanya, dari dulu sampai sekarang,'' papar KH Masyhuri Baedlowi.
Dengan sandaran utama pada Alquran dan Sunnah Rasul, kitab Al-Hikam bagaikan pelita untuk menjadi penerang bagi setiap salik (penempuh jalan), disaat banyak aral dalam setiap tikungan jalan, sehingga bisa selamat sampai tujuan.