REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA -- Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) bersama dengan Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) menggandeng Singapore Polytecnic untuk melatih para dosen Fakultas Teknik di kedua kampus tersebut. Pelatihan ini dilakukan untuk meningkatkan kompetensi dosen kedua perguruan tinggi Muhammadiyah (PTM) tersebut dalam menghasilkan lulusan berstaandar internasional.
Penandatanganan kerjasama ketiga pihak terserbut dilakukan di UMY pada Selasa (19/3). Penandatanganan kerjasama tersebut dilakukan langsung loleh Rektor UMY, Bambang Cipto, Wakil Rektor IV UMS, Wahyudin dengan principal & CEO Singapore Polytecnic Tan Choon Shian di kampus UMY, Selasa (19/3).Penandatanganan kerjasama tersebut disaksikan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin.
Menurut Wakil Rektor IV UMS, Wahyudin, akan ada 70 dosen UMY dan UMS yang mengikuti pelatihan tersebut. Pelatihan sendiri akan mengadopsi sistem Conceive Design Implement Operate (CDIO) yang dipakai perguruan tinggi Singapura itu. "Akan ada enam dosen Singapura yang melakukan pelatihan terhadap 70 dosen UMY dan UMS," ujarnya.
Program CDIO sendiri dipilih karena program tersebut sesuai dengan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) yang selama ini diterapkan oleh UMS maupun UMY. Selain itu program pengajaran melalui CDIO juga telah diakui berstandar internasional. Karenanya lulusan Fakultas Teknik UMS maupun UMY juga telah terstandar internasional
Rektor UMY, Bambang Cipto mengatakan, CDIO sebenarnya hampir sama dengan KBK seperti yang diterapkan UMY selama ini. Hanya saja sistem yang diterapkan Singapura tersebut telah terstandar internasional. Karena itu kata dia, kerjasama ini sangat menguntungkan bagi UMY maupun UMS. Pasalnya melalui kerjasama tersebut, kedua PTM ini telah resmi menggunakan sistem CDIO tersebut.
Dekan Fakultas Teknik UMY, Sudarisman menjelaskan, perbedaan antara CDIO dengan kurikulum di Indonesia adalah pada sistem keterkaitan pembelajaran. Jika di Indonesia terkadang masih ada mata kuliah yang berdiri sendiri tanpa ada kaitannya dengan mata kuliah lain, namun dalam CDIO tiap mata kuliah memiliki keterkaitan. Keterkaitan inilah yang dirasa akan makin menjamin kompetensi lulusan.
"Model seperti ini kami rasa cocok diterapkan di bidang teknik, dimana memang tiap lulusan wajib memiliki softskill yang mumpuni. Apalagi zaman sekarang di Indonesia, keharusan softskill masih jadi pro dan kontra. Dan bagusnya, hal ini tidak menambah jumlah mata kuliah yang harus ditempuh mahasiswa, tapi bisa dimasukkan ke mata kuliah yang sudah ada," ujarnya.
Diungkapkan Sudarisman, pelatihan CDIO dilakukan di UMY maupun UMS. Pelatihan pun akan dilakukan bertahap. Untuk tahap pertama dan kedua sudah selesai dilakukan. Tahapan tersebut menandai tingkatan pembelajaran mengenai CDIO sendiri.
Selanjutnya, dengan adanya kerjasama tersebut, UMY dan UMS dituntut untuk mampu mengimplementasikan sistem CDIO dalam perkuliahan. Target kedepannya, UMY dan UMS mampu menularkan sistem tersebut pada perguruan tinggi yang lain.
Terpisah Direktur Departemen Pengembangan Pendidikan Singapore Polytechnic Hellen Leong mengatakan, sistem CDIO sendiri sudah diakui secara internasional sejak 2001 lalu. Dan SP sendiri baru melaksanakannya 2004. Sampai saat ini sudah ada 15 program studi yang dikembangkan SP. Para mahasiswanya tak sekedar belajar tapi juga melaksanakan proyek tertentu dan tiap tiga tahun mereka dituntut mendesain produk baru.
"Kami sendiri bekerja sama dengan pihak ketiga dalam hal pembiayaan untuk melaksanakan pelatihan di UMY ddan UMS. Dana yang dikeluarkan sekitar Rp 3,6 miliar selama dua tahun. Dan jika telah terimplementasi, kami akan memberikan penghargaan atas terlaksananya kurikulum CDIO dan bagi mahasiswanya akan mendapat kesempatan keluar negeri untuk lebih mengembangkan kompetensinya," tandasnya.