REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Rektor Universitas Terbuka Tian Belawati mengatakan bahwa para perempuan harus menghadapi beberapa tantangan khusus dalam mengemban jabatan sebagai pemimpin di perguruan tinggi.
"Ada tantangan tersendiri bagi perempuan untuk mejadi seorang pemimpin di institusi pendidikan tinggi, baik dari internal maupun eksternal institusi," kata Tian di Jakarta, Senin.
Pernyataan tersebut dia sampaikan pada acara "Pertemuan Rangkuman Kepemimpinan Perempuan di Perguruan Tinggi" yang diselenggarakan oleh United States Agency International Development (USAID).
Menurut dia, salah satu tantangan yang harus dihadapi pemimpin perempuan di perguruan tinggi adalah dalam hal pembuktian prestasi. "Pemimpin perempuan harus dapat membuktikan bahwa prestasinya dua hingga tiga kali lebih dari yang dituntut pada laki-laki," ujarnya.
Selain itu, dia mengatakan pemimpin perempuan di perguruan tinggi pun harus siap dengan pengakuan sosial dari para staf dan lingkungan sekitar tidak serta merta dapat diperoleh dengan mudah, khususnya bila memimpin di perguruan tinggi di daerah.
"Ini salah satu tantangan yang cukup besar untuk pemimpin wanita, yaitu memimpin di wilayah yang belum "familiar". Oleh karena itu, rektor UT (universitas terbuka) di daerah kebanyakan adalah pria sebab wanita cenderung belum bisa mengatasi faktor geografis ini," ungkapnya.
Selanjutnya, dia menegaskan bahwa seorang pemimpin perempuan dari suatu institusi pendidikan tinggi pun harus siap menghadapi pengabaian dari beberapa pihak yang mungkin terjadi dalam suatu forum apabila pemimpin perempuan itu belum dikenal.
"Saya sendiri pernah mengalaminya. Pada waktu seorang pejabat akan melakukan penandatanganan MoU (nota kesepahaman) dengan UT, saya "dilewati" karena dikira seorang sekretaris," tuturnya.
Oleh karena itu, rektor Universitas Terbuka tersebut menyarankan beberapa kriteria yang harus dimiliki para perempuan dalam menghadapi tantangan-tantangan sebagai pemimpin perguruan tinggi, antara lain fokus, tekun, multi-tasking, detail, dan tegas.
Dia menambahkan pemimpin perempuan juga tidak boleh mudah sakit hati, bahkan bila keputusannya dianggap tidak menyenangkan oleh beberapa pihak.