REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA — Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) mencabut moratorium izin program studi (prodi) kedokteran yang sebelumnya diberlakukan.
"Pencabutan moratorium prodi kedokteran ini dikarenakan sudah ada perbaikan di sejumlah universitas. Prodi yang sebelumnya mempunyai akreditasi C, sekarang sudah naik menjadi B," ujar Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir usai kuliah perdana Universitas Nadhlatul Ulama Surabaya, Senin (4/9).
Perbaikan akreditasi sejumlah prodi tersebut terjadi di hampir seluruh perguruan tinggi di Tanah Air. Menurut dia, hal itu merupakan suatu kemajuan bagi prodi kedokteran.
"Perbaikan kualitas prodi kedokteran semakin baik, maka kami membuka kembali pendaftaran prodi kedokteran baru," katanya.
Syarat untuk mengajukan prodi kedokteran tersebut, lanjut dia, yakni rasio dosen dan mahasiswanya yakni 1:20 untuk sains dan 1:30 untuk sosial. Untuk kedokteran, ada dua syarat rasionya, yakni rasio dosen dan mahasiswa 1:10 untuk prekilinik dan 1:6 untuk klinik.
Dengan demikian, jumlah dosen untuk tiap prodi kedokteran tidak lagi enam untuk setiap prodi kedokteran, melainkan berjumlah 26 dosen.
Sementara itu, Direktur Jenderal Kelembagaan Kemrisdikti, Patdono Suwignjo mengatakan kampus yang diberi izin prodi kedokteran harus menangani pakta integritas yang berisi kewajiban yang harus dilakukan oleh pihak perguruan tinggi. "Kampus harus mematuhi apa yang ada di dalam pakta integritas itu," kata Patdono.
Kemristekdikti melakukan moratorium pembukaan prodi kedokteran sejak Juni 2016, dengan alasan untuk meningkatkan mutu dari prodi kedokteran itu sendiri. Moratorium itu juga bertujuan untuk meningkatkan kualitas dosen serta memiliki jabatan fungsional tertinggi (guru besar).