REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Dunia dongeng Indonesia tidak banyak eksplorasi pada segi ceritanya, sehingga alurnya datar. "Penyajian dongeng yang masih terlalu datar itu membuat orang tidak suka dongeng," kata pendiri Lembaga Pendidikan Kuntumekar, Agus Moeliono pada Festival Dongeng Bandung di Gedung Indonesia Menggugat, Jalan Perintis Kemerdekaan, Kota Bandung, Ahad (7/9).
Ia menyebutkan hal itu berbeda dengan dongeng luar negeri. Menurut dia, dongeng Indonesia terkesan terlalu menakutkan bagi anak-anak. "Bila kita bandingkan dengan dongeng-dongeng dari luar, jauh lebih menyentuh perasaan, menggali analisa, imajinasi, dan tidak menggurui," katanya.
Menurut Agus, seharusnya buku dongeng memiliki ilustrasi yang kuat agar anak dapat secara langsung masuk ke dalam tokoh di dalamnya. Bila ilustrasinya sekadar datar, atau tanpa ekspresi, anak-anak sulit masuk ke dalamnya.
Menurut Agus, diharapkan agar sikap empati anak sudah terbangun sejak usia dini. "Contohnya, jadi kelinci yang sedih, anak diajak ikut mengekspresikan jadi kelinci yang sedih," katanya.
Ketika anak diekspresikan untuk ikut kedalam tokoh dalam dongeng, menurut agus akan dapat pula menumbuhkan sikap analisis. "Bila dongeng yang berkembang saat ini sifatnya anak untuk diam pasif, tidak boleh menyela, itu yang salah besar," kata Agus.
Ia menyebutkan cerita dari buku dongeng sendiri seharusnya tidak selalu berpatokan pada alur cerita sudah ada, tapi menyesuaikan dengan kebutuhan. "Dongeng aslinya ditulis dibelakang, dongeng yang sudah dirubah itu ditulis didepan. Dirubah sesuai kebutuhan anak," katanya.
Pada acara itu pula Agus menyinggung mengenai metode pendidikan saat ini yang terkesan menghilangkan dongeng. Pendidikan di Taman Kanak Kanak (TK) diganti kejar baca tulis siap SD. Hal itu menurut dia keliru.
Sedangkan pendidikan anak usia dini (PAUD) saat ini menurut dia justru lebih baik jika dilihat dari segi metode dibandingkan TK.
"PUAD sekarang cukup lumayan, mengajarkan anak banyak eksplorasi dengan bermain balok. Tapi itu tidak laku," katanya.
Pola pikir yang mengkotak?kotakan satu kalangan tertentu juga menurut Agus menjadi permasalan pendidikan Indonesia.
Menurut dia, TK yang baik seharuanya dapat memberikan dan menuangkan gagasan dari para peserta didiknya, baik itu dengan gambar atau dengan cerita apa yang dia suka dari buku.