Senin 10 Sep 2018 21:32 WIB

Pelemahan Rupiah Hanya Perlu Diwaspadai

Pemerintah justru mewaspadai iklim ekonomi global yang penuh ketidakpastian

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Petugas menghitung pecahan dolar Amerika Serikat dan rupiah di salah satu gerai penukaran mata uang asing di Jakarta,Ahad (2/9).
Foto: Republika/Prayogi
Petugas menghitung pecahan dolar Amerika Serikat dan rupiah di salah satu gerai penukaran mata uang asing di Jakarta,Ahad (2/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian) meminta masyarakat tak perlu takut dengan pelemahan rupiah. Kepala Departemen Internasional Kemenko Perekonomian Iskandar Simorangkir mengatakan hal itu perlu dilakukan untuk menghindari hal negatif.

“Kita memang harus siap menghadapi penurunan rupiah ini, mau tidak mau. Tapi ini bukan merupakan hal yang baru. Tidak perlu ditakutkan, kalau waspada iya,” kaya Iskandar dalam diskusi Media Forum Merdeka Barat (FMB) 9 di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Senin (10/9).

Baca Juga

Jika melihat kenbali krisis yang terjadi pada 1997-1998, menurut Iskandar saat ini secara historis bukan pertama kalinya neraca transaksi berjalan mengalami defisit. Pada triwulan kedua 2013, kata dia, curent account mengalami defisit minus 4,24 persen sehingga mengakibatkan neraca primer mengalami defisit besar.

Untuk itu Iskandar menilai terjadinya defisit pada neraca transaksi berjalan saat ini tidak perlu menciptakan ketakutan yang luar biasa besar. “Dibanding tahun 2013 yang angka defisitnya mencapai minus 4,24 persen, defisit neraca berjalan tahun ini yang mencapai minus 3,04 persen bukanlah merupakan sebuah krisis karena ada arus modal masuk atau capital inflow, kondisi itu menjadi tidak masalah,” jelas Iskandar.

Menurut Simorangkir, saat ini yang harus diwaspadai yaitu iklim global yang penuh ketidakpastian. Dia mengkhawatirkan nantinya situasi tersebut dapat memicu atau berkahir menimbulkan capital outflow.

“Fenomena ketidakpastian ini memang fenomena global. Di Argentina yang kondisi ketidakpastian global telah memicu terjadinya krisis menjadi lebih berat.  Dari awal Januari, mata uang Argentina terdepresiasi 49,62 persen kalau Turki 40,7 persen depresiasinya. Coba bandingkan dengan kita, depresiasi hanya minus 8,5 persen,” tutur Iskandar.

Simorangkir memastikan funfamental ekonomi di dalam negeri  saat ini masih sangat kuat.  Hal tersebut dapat dilihat dari tingkat inflasi yang masih rendah yakni 3,2 persen. Selain mewaspadai inflasi, dia memastikan pemerintah akan memperhatikan kondisi neraca perdagangan. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement