REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani menceritakan pengalamannya saat berkunjung ke Esplanade di Singapura. Di sana, Sri menyaksikan pameran karya seni yang begitu megah.
Baca Juga:
Namun sayang, kata dia, sebagian besar karya seni yang dipajang adalah hasil 'impor' dari negara-negara lain. Menurutnya, Singapura memiliki kemampuan untuk mengemas dan menampung karya-karya seni untuk kemudian dipamerkan.
Kondisi tersebut berbalik dengan Indonesia. Menurut Sri, Indonesia memiliki seniman-seniman andal dari berbagai daerah.
Namun dari sekian banyak seniman tersebut, hanya sedikit pihak yang mampu berperan sebagai organizer. Bila dikaitkan dengan kisah di Singapura tadi, Indonesia sebetulnya bisa memproduksi karya seni dengan jumlah yang banyak dan 'diekspor' ke negara-negara lain.
"So we actually can export a lot, karena mereka (Singapura) tidak memiliki kemampuan untuk imajinasikan karya seperti ini. Saya bukan bilang mereka tak mampu. Namun bahwa mereka punya duit dan kita punya karya, bisa untuk kolaborasi," jelas Sri Mulyani saat membuka Art Bali 2018 di Bali Collection, Nusa Dua, Selasa (9/10) petang.
Menjawab tantangan ini, Sri berjanji untuk terus mengupayakan adanya ruang-ruang kreatif untuk menampung karya para seniman. Tentunya, dengan alokasi anggaran yang akuntabel.
Menurut Sri, penerapan anggaran yang akuntabel bukan sekadar persyaratan administrasi saja, namun juga sebagai bentuk transparansi kepada masyarakat bahwa pemerintah memang bekerja.
"Kalau nggak akuntabel, ada orang yang katakan pemerintah ngga lakukan apa-apa. Dan itu ada itu musim-musim begitu itu," katanya.