REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertanian dinilai telah optimal mengelola anggaran. Indikatornya, sejumlah komoditas pertanian berhasil diekspor dan meningkatnya nilai tukar petani (NTP) sebagai wujud kesejahteraan petani.
Pengamat kebijakan publik Digipol Strategic Indonesia, Nur Fahmi BP mengatakan, Kementan berhasil mengawal produksi sejumlah komoditas panen. Hasilnya, panen komonitas pangan itu meningkat sehingga sebagian bisa diekspor. "Ekspor pangan menambah pendapatan negara," ujar dia.
Fahmi juga melihat kerja Kementan dari nilai tukar petani. Menurutnya, NTP sebagai potret kesejahteraan petani, telah meningkat sesuai dengan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) terakhir. "Lalu angka penduduk miskin di desa juga menurun. Mayoritas penduduk yang tinggal di desa bekerja sebagai petani," ucapnya menjelaskan.
Kebijakan clean ministry yang diterapkan Menteri Pertanian Amran Sulaiman, kata Fahmi, berjalan cukup baik. Terlebih Mentan berkomitmen menggandeng KPK untuk mengawasi kerja kementeriannya.
Komentar Fahmi ini menanggapi adanya perbedaan data beras yang dikeluarkan BPS dengan metode baru KSA dan metode lama. Adanya perbedaan itu dinilai bisa menjadi pintu masuk aparat penegak hukum menelusuri dugaan penyalahgunaan anggaran di lingkungan kementerian terkait.
Dalam pemaparan capaian Kementan dalam 4 tahun Pemerintahan Jokowi–JK, Rabu (24/10), Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementan Syukur Irwanto menyampaikan data laporan hasil audit di Kementan dalam beberapa tahun terakhir. Dua tahun berturut-turut, laporan keuangan Kementan mendapatkan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Hasil pemeriksaan laporan keuangan ini diraih pada 2016 dan 2017.
Kementan juga mendapatkan penghargaan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai kementerian anti gratifikasi pada 2017. "Perolehan WTP Kementan di tahun 2016 dan 2017 merupakan opini tertinggi dan pertama yang diraih Kementan," ujar Syukur.
Pada 2006-2007 Kementan sempat mendapatkan opini disclaimer atau tidak menyatakan pendapat. Kemudian pada 2008-2012 mendapatkan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP), dan 2013-2014 mendapatkan opini WTP Dengan Paragraf Penjelasan (WTP-DPP). Status WDP kembali didapatkan Kementan di tahun 2015.
Anggota IV BPK Rizal Djalil menyatakan penilaian dari laporan keuangan berdasarkan standar yang diatur pemerintah. Sehingga penilaian ini bukan penilaian subjektif dari BPK. Hal itu disampaikan Rizal saat menyerahkan Laporan Pemeriksaan Keuangan Kementerian dan Lembaga (LHP LKKL) kepada Mentan di Gedung Kementan Rabu (6/6).
"Untuk memberikan keyakinan apakah laporan keuangan itu telah disajikan secara material atau basis akutansi yang berlaku umum di Indonesia, kriterianya adalah kesesuaian dengan standar akutansi pemerintah bukan akuntansi yang dibuat BPK," kata Rizal.
Rizal memberi masukan agar Kementan dapat membuat data acuan mengenai luas panen secara periodik sehingga tidak hanya bergantung pada BPS. Pusat data pertanian dimintanya ditingkatkan lagi kemampuannya dalam memantau luas panen secara periodik.
Data itu nantinya bisa menjadi pembanding data BPS. "Kalau data BPS lambat, Kementan bisa menggunakan data itu untuk menentukan kebijakan pengadaan pangan," kata Rizal.