REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Realisasi pasokan batu bara untuk kebutuhan dalam negeri atau Domestic Market Obligation (DMO) hingga September tercatat baru 69 persen. Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), hingga September 2018, DMO batu bara mencapai 84 juta ton.
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama, Kementerian ESDM Agung Pribadi menjelaskan Perinciannya, 66 juta diserap oleh PT Perusahaan Listrik Nasional (PLN) (Persero), 18 juta ton untuk industri lainnya dalam negeri. Sedangkan, targetnya sampai akhir tahun 121 juta ton.
Meski tinggal dua bulan lagi, Agung mengatakan pemerintah optimis akan bisa mencapai target realisasi DMO. Sebab, kata Agung perusahaan yang memegang Perjanjian Karya Kerja Sama Perusahaan Pertambangan Batu bara (PKP2B) hampir semuanya sudah memenuhi kewajiban DMO yakni 25 persen dari produksi.
"Masih ada dua bulan lagi. Kami lihat nanti," kata Agung, Rabu (31/10).
Kewajiban DMO ini tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM No. 23 K/30/MEM/2018. Jika tidak melakukan kewajiban itu akan ada sanksi berupa pemotongan besaran produksi dalam rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) tahun berikutnya.
Sebelumnya, Kementerian ESDM mengatakan persoalan transfer kuota batu bara sudah bisa diselesaikan. Penyelesaian transfer kuota diharapkan bisa menjadi solusi bagi produsen batu bara yang tidak bisa memenuhi kewajiban DMO sebesar 25 persen dari total produksi.
Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono mengatakan pemerintah pada pekan lalu menggelar pertemuan di Bali dengan seluruh perusahaan batubara untuk membahas persoalan transfer kuota. "DMO kemarin di Bali sudah ada pertemuan, transfer kuota sudah jalan, nanti kami lihat evaluasi hasil dari Bali seperti apa. Tapi yang jelas transfer kuota SOP nya sudah ada," kata Gatot di Kementerian ESDM, Selasa (30/10).