REPUBLIKA.CO.ID, SAO PAULO -- Pesta sepak bola Piala Dunia Brasil 2014 secara resmi dibuka tanpa pidato sepatah kata pun di Stadion Corinthians, Sao Paulo, Kamis (Jumat dinihari WIB).
Acara pembukaan di hadapan sekitar 61.000 penonton dan dihadiri 12 kepala negara itu, berlangsung tanpa basa basi atau pidato seremonial oleh Presiden Brazil Dilma Rousseff ataupun Presiden FIFA Sepp Blatter.
Setelah suguhan atraksi tarian-tarian tradisional Brazil dan diikuti oleh penyanyi Jennifer Lopez dan Pitbull, pembukaan pesta sepak bola terbesar sejagat itu ditandai dengan pelepasan beberapa ekor merpati berwarna putih.
Penyanyi asal AS yang lebih dikenal dengan panggilan J-Lo itu tampil energik dengan mengenakan baju berwarna hijau dan keluar dari lobang rahasia di tengah lapangan bersama Pitbull, ditemani penyanyi lokal Claudia Leitte.
Untuk selanjutnya, pertandingan pun dimulai antara tuan rumah Brazil dan Kroasia yang dimenangi Brazil dengan skor 3-1.
Selain acara pembukaan yang tidak lazim karena tidak ditandai dengan pidato kenegaraan pemimpin negara tuan rumah, Piala Dunia kali ini memang banyak diwarnai kontroversi dan penuh ironi.
Sejak diputuskan oleh FIFA sebagai tuan rumah pesta sepak bola terbesar sejagat itu sekitar delapan tahun lalu, negara itu tidak henti-hentinya digancang prahara.
Ketika waktu semakin mendekat, persoalan demi persoalan pun bukannya berkurang, tapi malah bertambah dan semakin menumpuk.
Pembangunan stadion di 12 kota tuan rumah, telah memakan sebanyak delapan orang pekerja yang tewas akibat kecelakaan kerja. Ada yang terjatuh saat bekerja dari ketinggian, atau tertimbun bangunan yang roboh.
Dalam satu tahun terakhir, gelombang demonstrasi datang silih berganti dan terbesar adalah ketika jutaan warga dari seluruh kota penyelenggara, secara spontan turun ke jalan saat berlangsungnya Piala Konfederasi.
Piala Konfederasi yang menghadirkan tim-tim terbaik dari masing-masing konfederasi, merupakan ajang ujicoba yang selalu digelar setahun menjelang Piala Dunia.
Sebagian warga Brazil tidak setuju dengan besarnya biaya harus dikeluarkan pemerintah, sementara fasillitas kesehatan, pendidikan dan lapangan kerja dianggap masih buruk.
Meski gelombang demonstrasi setelahnya tidak begitu besar, tapi sangat menganggu karena polisi yang seharusnya menjaga ketertiban, malah ikut-ikutan mogok kerja menuntut kenaikan gaji, demikian juga dengan guru.
Yang paling parah adalah pemogokan pekerja transportasi kereta bawah tanah (Metro) di Sao Paulo pada minggu lalu yang membuat lumpuh kota.
Lebih dari tiga juta warga di kota terbesar Brazil dengan total populasi lebih dari 15 juta itu sangat bergantung kepada angkutan massal Metro dan pemogokan tersebut sangat mengganggu aktivitas mereka.
Apa yang terjadi dalam sebagian masyarakat Brazil cukup ironis dengan fakta bahwa sepak bola sudah menjadi kehidupan sehari-hari mereka dan kehadiran Piala Dunia 2014 untuk pertama kalinya sejak 1950, seharusnya disambut dengan suka cita.
"Yang kami protes bukan Piala Dunia, tapi anggaran yang begitu besar yang harus ditanggung dengan dana rakyat. Masih banyak masalah lebih penting yang harus dibenahi, terutama soal kesehatan, pendidikan dan lapangan kerja," kata Eliana, seorang warga asal kawasan Diadema kepada Antara.
"Satu lagi, saya yakin banyak dana itu yang dikorupsi," katanya menambahkan.
Pemerintah Brazil mengeluarkan anggaran sebesar 11 miliar dolar AS untuk pembangunan berbagai sarana demi sukses pesta empat tahunan itu.
Piala Dunia 2014 seperti menjadi tumbal karena semua pihak berusaha memanfaatkanya untuk kepentingan masing-masing, dan bahkan mulai diseret ke ranah politik.
Presiden Dilma Rousseff pun mulai meradang karena ada indikasi kekacauan penyelenggaraan Piala Dunia 2014 memang sengaja diciptakan menjelang pemillihan presiden pada Oktober mendatang.
Selasa lalu, Rousseff secara khusus mengeluarkan imbauan kepada sekitar 190 juta warganya bahwa dibalik baju tim nasional berwarna kuning dan hijau, terdapat kekuatan masyarakat Brazil dan tim nasional adalah perwakilan negara, lebih dari pemerintah, partai atau pun kelompok lainnya.
Beberapa jam menjelang "kick off" pada Kamis (Jumat dinihari WIB) di Stadion Corinthians, Sao Paulo, gelombang protes sudah reda dan pekerja kereta bawah tanah mulai bekerja sehingga transportasi massal pun sudah berjalan seperti biasa.
Jadwal kereta yang teratur setiap lima menit, membuat arus penonton yang menuju stadion tampak lancar dan tidak terlihat sedikit pun penumpukan penumpang di stasiun atau penumpang yang berdesakan di atas kereta.
Di sekitar stadion yang menjadi markas klub raksasa Corinthians itu, warga mulai tampak antusias menyambut pesta. Di beberapa sudut di dalam stasiun kereta, kemeriahan terasa karena banyaknya para penggila sepak bola yang menggunakan berbagai atribut tim Brazil.
Hampir setengah dari populasi dunia akan mengalihkan perhatian ke Brazil selama satu bulan ke depan. Selama tim Brazil bertanding, sekolah diliburkan, bank akan tutup dan proses di pengadilan pun ditunda. Semua mata tertuju pada satu kegiatan, Piala Dunia 2014.